Bisnis.com, MALANG — Instrumen fiskal sulit dipergunakan untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah pada 2021, termasuk Malang Raya, karena realisasi penyerapan APBD-nya masih rendah.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, mengatakan penyerapan APBD Malang Raya, yakni Kota Malang, Kota Batu, dan Kab. Malang, sulit bisa menembus di atas 95 persen karena sampai Oktober 2021 penyerapan masih rendah. Padahal, di tengah perlambatan ekonomi daerah, pemerintah daerah seharusnya menjadi lokomotif dalam mengakselerasi perekonomian daerah.
“Dengan kewenangan fiskal yang dimiliki, pemerintah daerah dapat mengimplementasikan berbagai stimulus fiskal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Belanja daerah pada sektor produktif dan padat karya menjadi kunci di dalam pembukaan lapangan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat,” katanya di Malang, Kamis (2/12/2021).
Sampai dengan Oktober 2021, kata dia, berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, tingkat penyerapan anggaran (belanja daerah) untuk Kabupaten Malang baru mencapai 62,15 persen, Kota Malang 49,40 persen, dan Kota batu 51,03 persen.
Dengan dengan sisa waktu kurang dari 2 bulan, dia menilai, Pemda di Malang Raya akan sulit menyerap anggaran diatas 95 persen. “Sungguh disayangkan jika hal ini terjadi, government expenditure sebagai salah satu variabel pembentuk pertumbuhan ekonomi tak tuntas menjalankan misinya,” ujarnya.
Seharusnya dengan kekuatan APBD yang dimiliki, pemda dapat menstimulasi variabel konsumsi rumah tangga sebagai pendongkrak utama pertumbuhan ekonomi. Perlu diketahui, variabel konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 60 persen ekonomi (PDRB) Malang Raya.
Baca Juga
“Dalam proses percepatan penyerapan anggaran menjelang tutup tahun 2021, dibutuhkan leadership yang kuat dan keberanian di dalam mengeksekusi anggaran dengan tetap memperhatikan prinsip transparansi dan akuntabel. Semoga kepala daerah di Malang Raya mampu mengkoordinasikan perangkatnya untuk percepatan penyerapan anggaran,” ucapnya.
Koordinasi intensif dengan legislatif, kata dia, diperlukan untuk memperkuat legitimasi kebijakan APBD. Hal ini dilakukan semata hanya untuk percepatan pemulihan ekonomi demi mengembalikan gairah perekonomian dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (K24)