Bisnis.com, MALANG — Gabungan Perusahaan Rokok Malang (Gaperoma) menolak rencana penaikan tarif cukai karena dianggap berpotensi mematikan usaha industri hasil tembakau atau IHT dengan menyurati Presiden Joko Widodo.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan mengusulkan adanya kenaikan tarif cukai sekitar 15 persen hingga 17 persen tahun depan.
Ketua Gaperoma Johny mengatakan dampak penaikan tarif cukai pada 2020 yang berlaku pada 2021 masih terasa bagi pelaku IHT. Intinya, IHT sulit berkembang dengan adanya tarif baru yang berdampak pada turunnya produksi rokok.
“Seperti di Malang, dengan adanya penaikan tarif cukai 2021, langsung berdampak pada produksi rokok yang turun rerata hingga 15 persen,” katanya di Malang, Senin (16/8/2021).
Dengan adanya penaikan tarif cukai, kata dia, maka dampaknya pada naiknya harga rokok yang langsung berdampak pada menurunnya permintaan IHT tersebut.
Namun di sisi lain, penaikan tarif cukai tidak berdampak pada peredaran rokok secara agregat karena pangsa yang ditinggal rokok diisi rokok ilegal sehingga potensi kehilangan pendapatan pemerintah dari sektor cukai dan pajak menjadi meningkat.
Baca Juga
Menurutnya harus dipahami, IHT mempunyai multiplier effect terhadap sektor lainnya, seperti tenaga kerja, petani tembakau, petani cengkih, dan penerimaan negara. Intinya, jika keberlangsungan IHT terganggu, maka akan mengganggu pula sektor lainnya.
Oleh karena itulah, Gaperoma meminta tarif cukai dan strata produksi 2022 tidak berubah, tetap seperti pada 2021.
“Aspirasi itu kami sampaikan juga secara tertulis dengan mengirim surat ke Bapak Presiden untuk menjadi pertimbangan,” katanya.
Dalam surat No. 0159/VIII/2021 tertanggal 12 Agustus 2021 yang ditandatangani Ketua Gaperoma Johny dan Sekretaris Eko Sundjojo itu, Gaperoma meminta Presiden agar tarif dan strata produksi agar tetap, tidak berupa, seperti kebijakan 2021.
Selain itu, Gaperoma meminta pemberantasan rokok ilegal lebih diintensifkan dengan sanksi lebih tegas dan keras.
Dasar pertimbangannya, semakin maraknya yang harga jualnya sangat murah sekali, hanya 1.5 dari harga rokok legal, sehingga IHT sulit bersaing dalam menjual produknya.
Selain itu, kenaikan tarif cukai yang tinggi akan meningkatkan peredaran rokok ilegal sehingga tujuan pengendalian konsumsi tidak tercapai, bahkan konsumsi menjadi meningkat dan tidak terkendali.
Pertimbangan lainnya, pandemi Covid-19 menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga konsumen banyak yang beralih membeli rokok ilegal yang sangat murah.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof Candra Fajri Ananda dalam suatu kesempatan menegaskan kondisi saat ini, sebenarnya pemerintah tidak harus menaikkan cukai, bahkan untuk pajak saat ini ada relaksasi dengan pertimbangan masalah ketenagakerjaan, pasar input/tembakau, termasuk penerimaan negara.
“Jika dipaksakan harus naik tarifnya, akan mendorong kenaikan rokok ilegal yang bagi pemerintah malah potential loss untuk penerimaan,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk menjaga keberlangsungan dari industri, apalagi beberapa jenis industri sudah mulai tutup bahkan mengurangi produksinya.(K24)