Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Penerimaan Negara di Jatim Mencapai Rp36,31 Triliun

Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp36,31 triliun atau 13,49% dari target sebesar Rp269,20 triliun, pada posisi Februari 2025.
Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp36,31 triliun atau 13,49% dari target sebesar Rp269,20 triliun, pada posisi Februari 2025. / kemenkeu.go.id
Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp36,31 triliun atau 13,49% dari target sebesar Rp269,20 triliun, pada posisi Februari 2025. / kemenkeu.go.id

Bisnis.com, SURABAYA — Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp36,31 triliun atau 13,49% dari target sebesar Rp269,20 triliun, pada posisi Februari 2025.

Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur, Dudung Rudi Hendratna, mengatakan penerimaan itu terdiri atas penerimaan perpajakan (Pajak dan Cukai) terealisasi sebesar 13,24% (Rp34,95 triliun) dari target, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai 25,6% (Rp1,36 triliun ) dari target (Rp5,3 Triliun). 

"Realisasi Belanja Negara sampai dengan Februari 2025 telah terserap Rp19,38 triliun atau 15,49% dari pagu belanja negara di Jawa Timur," kata Dudung Rudi Hendratna dalam keterangan resminya, Senin (24/3/2025). 

Kinerja belanja negara terdiri atas Belanja K/L sebesar Rp3,6 triliun dan Transfer Ke Daerah (TKD) mencapai Rp15,78 Triliun.

Penerimaan pajak sebesar Rp13,07 triliun (11,39% dari target), kata dia, yang terbesar berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp7,97 triliun.

Penerimaan Kepabenan dan Cukai (Bea Cukai) sebesar Rp21,89 triliun (14,71% dari target) berasal dari penerimaan Cukai sebesar Rp20,8 triliun (14,61% dari target), bea masuk Rp955,55 miliar (15,05% dari target), dan bea keluar Rp127,41 miliar(108,38% dari target). 

"Penerimaan bea dan cukai dipengaruhi turunnya produksi hasil tembakau Desember 2024 yang berpengaruh penundaan tebus cukai yang jatuh tempo pada Februari 2025," ucapnya.

Menurutnya, penurunan tarif efektif Februari 2025 dan nilai impor Februari 2025 untuk bea masuk, serta tingginya harga referensi CPO dan tingginya harga patokan ekspor biji kakao untuk bea keluar.

Hingga 28 Februari 2025, realisasi PNBP mencapai Rp1,36 triliun (25,60% dari target) yang diperoleh dari PNBP Lainnya sebesar Rp744,49 miliar dan PNBP BLU sebesar Rp 619,38 M. 

Penerimaan PNBP Lainnya meningkat terutama berasal dari Pendapatan Biaya Pendidikan, Pendapatan Jasa Kepelabuhan, Pelayanan Pertanahan, Penerbitan STNK.

PNBP BLU meningkat terutama berasal dari Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan, dan Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit.

Untuk realisasi lelang mencapai Rp485,08 miliar atau 8,91% dari target, dengan total penerimaan PNBP Pengelolaan BMN dan Piutang Negara sebesar Rp60,93 miliar (20,79% dari target Rp290,01 miliar).

Dia menegaskan pula, belanja pegawai terealisasi Rp2,82 triliun yang sudah disalurkan untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai sesuai jadwal.

Belanja Barang terealisasi Rp742,1 miliar dengan porsi penyaluran yang lebih dominan untuk Pengelolaan dan Pembinaan Pendidikan Madrasah (Kemenag), Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Perguruan Tinggi Akademik (Kemendikti), Keselamatan dan Keamanan Transportasi Laut (kemenhub), Pemeliharaan/Perawatan/Peningkatan Non Alutsista Matra Darat (Kemenhan), dan Peningkatan Pelayanan Keamanan dan Keselamatan Masyarakat di Bidang Lantas.

Belanja Modal, kata Dudung, terealisasi Rp25,51 miliar, antara lain digunakan modernisasi non-alutsista, pengadaan almatsus, pengadaan sarpras internal, prasarana pendidikan dasar, menengah, dan tinggi; infrastruktur konektivitas, prasarana pendidikan, sedangkan belanja bantuan sosial terealisasi Rp18,98 miliar.

"Belanja bansos masih difokuskan untuk penyaluran bantuan pendidikan khususnya pada perguruan tinggi dan pendidikan dasar," ucapnya.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai penerimaan negara dari jatim masih didominasi oleh cukai hasil tembakau. Harusnya pemerintah lebih serius memperhatikan iklim usaha di sektor IHT. 

Kebijakan tarif yang bersifat eksesif, kata dia, berdampak pada peredaran rokok ilegal dan melemahkan produsen rokok legal yang sudah taat dan patuh terhadap kebijakan cukai dan perpajakan. 

Menurutnya, kebijakan tersebut juga berdampak perlambatan penerimaan negara.

Di sisi lain, kebijakan cukai yang hanya berkutit di kebijakan harga justru tidak tepak sasaran karena tujuan menurunkan prevelansi perokok tidak sepenuhnya tercapai. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper