Bisnis.com, SURABAYA — Data dari Perwakilan Kemenkeu Jatim melaporkan realisasi pendapatan negara provinsi ini mencapai Rp118,42 triliun sampai dengan akhir semester I/2025 atau 41,90% dari target sebesar Rp282,65 triliun sampai akhir 2025.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Joko Budi Santoso menilai capaian pendapatan negara di Jatim yang belum mencapai 50% sampai semester 1/2025 linear dengan kinerja sektor industri hasil tembakau (IHT), karena merupakan penyumbang cukai terbesar.
“Kinerja IHT mengalami penurunan karena masifnya rokok ilegal sehingga menggerus pasar produsen rokok legal, seperti Gudang Garam,” katanya, Rabu (6/8/2025).
Di sisi lain, kata dia, pemerintah melalui Bea Cukai masih belum cukup kuat menembus produsen rokok ilegal. Siapa pun pemimpin Kantor Perwakilan Kemenkeu Jatim, katanya, jika lemah dalam memerangi rokok ilegal maka target pendapatan yang diberikan akan sulit terealisasi, karena kuncinya ada di IHT. "Sementara itu, percepatan belanja dilakukan agar mampu menjadi stimulus bagi perekonomian daerah," katanya.
Data Perwakilan Kemenkeu Jatim juga menyebutkan, penerimaan sebesar itu terdiri atas penerimaan perpajakan terealisasi sebesar 41,23% (Rp114,35 triliun) dari target dan PNBP mencapai 76,45% (Rp4 triliun) dari target (Rp5,327 triliun).
Penerimaan perpajakan disumbang oleh Ditjen Pajak sebesar Rp48 triliun (37,37% dari target) dan penerimaan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea Cukai sebesar Rp66,33 triliun (44,57% dari target).
Sementara realisasi belanja negara sampai dengan Juni 2025 telah terserap Rp60 triliun atau 47,28% dari pagu belanja negara di Jawa Timur.
Kinerja Belanja negara terdiri dari Belanja K/L sebesar Rp18 triliun Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp41,705 triliun. Penerimaan pajak mencapai Rp48 triliun yang terdiri atas sektor industri pengolahan Rp34,06 triliun (60,4%), menjadi sektor usaha dengan penerimaan pajak terbesar.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai terealisasi sebesar Rp66,330 triliun (44,57%) dari target APBN. Penerimaan cukai terealisasi sebesar Rp63,145 triliun (44,35% dari target) tumbuh 5,6% (yoy) dipengaruhi oleh naiknya produksi pabrik rokok golongan II dan III, serta fasilitas penundaan pembayaran 90 hari yang tidak diberlakukan pada 2025.
Penerimaan Bea Masuk Rp2,872 triliun (45,25% dari target) kontraksi 9,6% (yoy) dipengaruhi oleh penurunan nilai impor dan tarif efektif.
Penerimaan Bea Keluar Rp311,73 miliar (265,19% dari target) tumbuh 469,5% (yoy), dipengaruhi oleh tingginya referensi harga CPO, dan kakao serta pertumbuhan volume ekspor produk turunan CPO.
Realisasi PNBP tetap terjaga mencapai Rp4 triliun atau 76,45% dari target atau tumbuh 13,76% (yoy). PNBP lainnya terealisasi sebesar Rp2 triliun meningkat terutama berasal dari Pelayanan Pertanahan, Penerbitan STNK, Pendapatan Jasa Kepelabuhan, Pendapatan Paspor, dan Pendapatan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor.
PNBP BLU terealisasi sebesar Rp2 triliun meningkat terutama berasal dari Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan, Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit, Pendapatan Hasil Kerja sama Lembaga/Badan Usaha, Pendapatan Penyediaan Barang, dan Pendapatan Jasa Layanan Perbankan BLU.