Bisnis.com, MALANG — Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berhasil menghimpun penerimaan negara Rp32,06 triliun hingga akhir Juli 2025.
Kepala Kanwil DJBC Jatim II Agus Sudarmadi mengatakan realisasi itu mencapai 52,2% dari target penerimaan Rp61,4 triliun sampai akhir 2025.
“Dengan pencapaian sebesar itu, kami optimistis bisa mencapai target penerimaan sebesar Rp61,4 triliun, tidak akan mengalami short fall,” ujarnya pada Media Briefing di Malang, Selasa (12/8/2025).
Pencapaian sebesar itu, dia menilai, juga menjadi bukti nyata kontribusi besar Kanwil DJBC Jawa Timur II dalam menopang keuangan negara.
Khusus penerimaan cukai, hingga 31 Juli 2025 senilai Rp 31,37 triliun, tumbuh 5,47% (year on year/YoY). Hal itu dipengaruhi naiknya produksi perusahaan hasil tembakau golongan II dan turunnya produksi perusahaan hasil tembakau golongan I dan golongan III.
Realisasi BM sampai dengan 31 Juli 2025 sebesar Rp690,26 miliar dari target Rp1 triliun dengan capaian sebesar 69,01% atau 115,62% dibandingkan dengan trajectory s.d Juli 2025.
Baca Juga
“Kinerja BM turun sebesar 9,92% dibanding 2024 [YoY],” ucapnya.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengejar penerimaan cukai dan BM, kata dia, yakni program optimalisasi penerimaan cukai dengan MBOIS (Metode Berdikari Optimalisasi dan Identifikasi Strategis), melanjutkan intimasi dan pendekatan socio cultural, perluasan kegiatan intimasi dan asistensi seluruh pengguna jasa (pabrik HT, pabrik EA, pabrik, pabrik MMEA, importir, eksportir).
Juga, Operasi Gurita Satuan Tugas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal, dan Satuan Tugas Optimalisasi Penerimaan dan Pengawasan Barang Kena Cukai Ilegal.
Dia menilai, penerimaan cukai mengalami kontraksi karena menyangkut daya beli masyarakat yang turun yang dipicu terkait cukai. Karena itulah, dia berharap, tahun ini tarif cukai rokok tidak naik sehingga perusahaan bisa bernafas dan dapat mengembangkan usahanya.
Di sisi lain, dia menegaskan, kinerja perusahaan rokok menurun karena adanya praktik peredaran rokok ilegal. Karena itulah, Bea Cukai akan terus melakukan operasi pemberantasan rokok ilegal lewat Operasi Gurita.
“Bahkan sesuai dengan arahan Pak Dirjen, kami juga menyasar sisi hulunya. Sebagai tahap awal, kami melakukan sosialisasi agar PR benar-benar memproduksi rokok legal, tidak “bermain” di rokok ilegal,” ujarnya.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai capaian penerimaan cukai selama periode 7 bulan yang masih mencapai 52,2% memang perlu langkah yang lebih keras untuk mencapai target 100% pada lima bulan terakhir ini.
Kunci utamanya, kata dia, yakni meningkatkan penindakan rokok ilegal. Jika penindakan semakin kuat maka pasar rokok legal akan semakin bergairah sehingga mendorong peningkatan permintaan pita cukai. Hal ini membutuhkan dukungan dan sinergi yang lebih kuat, khususnya dari pemerintah daerah, karena peningkatan penerimaan cukai juga akan menguntungkan pemda melalui bertambahnya DBHCHT.
Di sisi lain, ujar dia, pendekatan intens pada pabrikan rokok yang memproduksi rokok ilegal juga terus dilakukan secara berkelanjutan karena bentuk rokok ilegal beraneka ragam, mulai rokok polos, pita cukai palsu, pita bekas, salah peruntukan, dan salah personalisasi. (K24)