Bisnis.com, MALANG — Peredaran rokok ilegal di Malang masih marak, meski Bea Cukai terus melakukan Gempur Rokok Ilegal. Paling akhir, Bea Cukai Malang berhasil menggagalkan ratusan ribu batang rokok ilegal di Malang, Kamis (16/5/2024).
Kepala Bea Cukai Malang, Gunawan Tri Wibowo, mengatakan pada Kamis (16/5/2024), berdasarkan informasi didapati adanya pengiriman rokok ilegal menggunakan Mobil minibus Warna Hitam dengan Plat nomor N 8xx7 EL.
Tim Bea Cukai Malang menindaklanjuti dengan melakukan patroli darat pada jalur distribusi rokok ilegal. Tim melakukan penyusuran di Wilayah Bululawang sampai dengan Kedungkandang dan didapati kendaraan tersebut melintas di Jalan Ki Ageng Gribig.
Tim melakukan penghentian di Jalan Ki Ageng Gribig, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang serta pemeriksaan terhadap mobil tersebut yang kedapatan membawa 35.200 bungkus rokok ilegal jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) berbagai merek tanpa dilekati pita cukai.
Selanjutnya tim membawa barang, sarana pengangkut dan pengendara MH (sopir), AI, ke Kantor Bea Cukai Malang untuk dilakukan proses lebih lanjut.
“Dari hasil penindakan, total rokok ilegal sebanyak 35.200 bungkus dengan total 704.000 batang, dengan perkiraan nilai barang mencapai Rp973.220.000 dan potensi kerugian negara mencapai Rp526.144.000,” ucapnya, Minggu (19/5/2024).
Baca Juga
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai ceruk pasar rokok ekonomis sesuai dengan daya beli sebagian besar masyarakat yang semakin besar menjadi daya tarik bagi pengusaha rokok ilegal untuk terus berproduksi dan mendistribusikan ke masyarakat.
Punishment yang kurang transparan, kata dia, masih belum efektif memberikan efek jera bagi produsen rokok ilegal. Tentunya, penegakan hukum menjadi Salah satu solusi Efektif untuk menghentikan produksi rokok ilegal.
Selain itu, kata dia, evaluasi terhadap kenaikan tarif cukai secara eksesif tiap tahunnya harus dilakukan dengan mempertimbangkan keberlangsungan produsen IHT legal karena sampai sejauh ini belum ada pengganti posisi stretegis IHT dalam menyumbang penerimaan negara maupun tenaga kerja serta linkage besar dalam menggerakan sektor-sektor ekonomi.(K24)