Bisnis.com, SURABAYA - Tren kinerja jasa keuangan berbasis digital atau financial tecnology (fintech) Peer to Peer Lending (P2P Lending) di Jawa Timur terus menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi baik dari sisi nasabah atau borrower maupun jumlah outstanding pinjaman.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi mengatakan saat ini terdapat 96 pelaku fintech atau tekfin konvesional di Indonesia, dan 7 tekfin syariah.
“Keduanya sama-sama mengalami pertumbuhan yang positif tahun lalu. Untuk konvesional memiliki total aset Rp4 triliun naik 16,3 persen (yoy), dan tekfin syariah memiliki aset Rp75,8 miliar naik 23,3 persen (yoy),” jelasnya, Rabu (2/2/2022).
Dia menjelaskan secara nasional kinerja tekfin pada 2021 mencatatkan outstanding pinjaman mencapai Rp29,1 triliun atau naik 106,6 persen (yoy) dengan jumlah lender atau pemberi pinjaman sebanyak 801.552 entitas atau naik 13,6 persen (yoy), dan dengan jumlah borrower atau penerima pinjaman 71.836.872 entitas atau naik 76,3 persen (yoy).
“Khusus di wilayah Jawa Timur tahun lalu mencatatkan ada outstanding pinjaman sebanyak Rp3,4 triliun atau naik 113,6 persen (yoy), dengan jumlah lender 86.045 entitas atau naik 46,1 persen, dan jumlah borrower 5.932.700 entitas atau naik 58,2 persen,” jelasnya.
Bambang mengatakan OJK sendiri memiliki kebijakan untuk mendorong terus pengembangan ekosistem digital sektor jasa keuangan melalui percepatan digitaliasi, termasuk fungsi pengawasan berbasis teknologi.
Baca Juga
Selain itu, lanjutnya, OJK juga menerbitkan regulasi perilaku pasar sektor jasa keuangan mengenai pengembangan produk keuangan, serta menyediakan platform alternatif bagi nasabah untuk menyelesaikan perselisihan dengan kembaga keuangan, dan meningkatkan efektivitas mekanisme pengaduan konsumen di OJK melalui platform digital.
“Kami juga mendorong rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan perlindungan data pribadi yang penting guna melindungi data masyarakat dalam menggunakan jasa dan layanan jasa keuangan digital,” imbuhnya.
Bambang menambahkan ke depan sektor jasa keuangan digital diyakini akan semakin berkembang dengan berbagai tantangan baru yang juga akan mengikuti. Untuk itu, OJK dan pemerintah perlu terus menerus melakukan edukasi masyarakat untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan digital.
“Masa depan digital kita seharusnya bisa lebih positif dan efisien lagi. Orang tidak perlu antre untuk transaksi, cukup langsung buka dari handphone,” imbuhnya.