Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Iklim Investasi Jatim Masih Perlu Perhatian, Terutama Industri Padat Karya

Ada tiga perusahaan sepatu asal China yang merelokasi pabrik ke Indonesia, tapi lebih memilih masuk ke Jawa Tengah dibandingkan ke Jatim.
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi
Pekerja pabrik menyelesaikan proses produksi sepatu. /Ilustrasi

Bisnis.com, SURABAYA — Kalangan pengusaha di Jawa Timur menilai kenyamanan dan kondusifitas iklim investasi masih perlu mendapat perhatian serius mengingat masih kurangnya minat investasi di Jatim terutama di sektor industri padat karya.

Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim, Eddy Widjanarko mengatakan saat ini Jatim sebetulnya membutuhkan investasi bidang padat karya seperti industri sepatu, furnitur, tekstil, dan lainnya agar bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

“Investasi yang masuk Jatim tahun lalu masih didominasi industri padat modal, investor bidang industri padat karya masih ragu masuk Jatim antara lain disebabkan upah pekerja yang tinggi terutama di wilayah Kota Surabaya dan sekitarnya,” katanya kepada Bisnis, Rabu (2/6/2021).

Dia mencontohkan, ada tiga perusahaan sepatu asal China yang merelokasi pabrik ke Indonesia, tapi lebih memilih masuk ke Jawa Tengah dibandingkan ke Jatim. Hal itu disebabkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jateng lebih rendah di bandingkan di Jatim.

Selain soal besaran upah pekerja, lanjutnya, akhir-akhir ini muncul kegiatan razia ke pabrik-pabrik yang dilakukan oknum aparat keamanan yang mempermasalahkan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

“Yang melakukan razia itu bahkan bukan aparat dari instansi yang berwenang, sehingga meresahkan pengusaha, karena urusannya jadi panjang. Seharusnya pemilik pabrik diberikan sosialisasi terlebih dulu mengenai berbagai aspek tentang Amdal,” imbuhnya.

Eddy mengatakan memang Pemprov Jatim terus berupaya memberikan layanan perizinan melalui berbagai terobosan. Kendati demikian, masih banyak ditemui gap antara pemerintah pusat dengan instansi di tingkat daerah yang akhirnya menghambat investasi.

“Sebagai contoh, izin pengambilan air tanah, genset, fasilitas jalan ke lokasi pabrik, masih cukup rumit dan butuh waku lama. Jadi permasalahan melingkupi kegiatan operasional industri manufaktur membuat iklim investasi di Jatim kurang menarik, terutama bagi industri padat karya,” imbuhnya.

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim, realisasi investasi pada 2020 tercatat mencapai Rp78,3 triliun. Nilai tersebut meningkat 33,8 persen dibandingkan realisasi 2019 yakni hanya Rp58,85 triliun.

Adapun dari realisasi investasi 2020 tersebut sebanyak Rp22,6 triliun merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Rp55,7 triliun merupakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dibandingkan dengan 2019 pun, PMA maupun PMDN mengalami pertumbuhan sebab sebelumnya PMA hanya Rp17,86 trilin dan PMDN Rp33,34 triliun.

PMDN Jatim sendiri banyak dikontribusi dari investasi sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi Rp26,9 triliun. Sedangkan PMA kontribusi sektor industri kimia dan farmasi Rp8,9 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper