Bisnis.com, MALANG - Kenaikan harga bawang putih menjadi penyumbang utama inflasi pada Februari 2020 yang mencapai 0,28 persen.
Kepala BPS Kota Malang Sunaryo mengatakan bawang putih mengalami kenaikan harga sebesar 36,15% dengan andil 0,0687%, emas perhiasan ,mengalami kenaikan harga sebesar 5,59% dengan andil 0,0419%, cabai merah naik 21,11% dengan andil sebesar 0,0401%, iuran bulana RT naik 3,93% dengan andil 0,0255%.
Selanjutnya, semangka mengalami kenaikan harga sebesar 15,34% dengan andil 0,0199%, pisang naik 5,14% dengan andil 0,0185%, baju kaos berkerah wanita mengalami kenaikan harga sebesar 15,48% dengan andil sebesar 0,0139%, rokok putih naik sebesar 4,23% dengan andil 0,0127%, melon naik sebesar 13,24% dengan andil 0,0093%, dan upah asisten rumah tangga naik 0,62% dengan andil 0,0093%
“Sedangkan 10 komoditas utama yang menghambat inflasi, yakni cabai rawit, bensin, bawang merah, daging ayam ras, blus wanita, keramik, batu bata, hand body lotion, alpukat, dan tomat,” katanya di Malang, Senin (2/3/2020).
Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho mengatakan pihaknya mewaspadai risiko inflasi diperkirakan berasal dari komoditas administered price yang pada tahun 2020 diprakirakan terakselerasi dibandingkan 2019.
Inflasi didorong oleh peningkatan harga rokok seiring kenaikan tarif cukai sebesar 21,55% per 1 Januari 2020, pencabutan subsidi listrik bagi golongan 900 VA RTM, serta potensi kenaikan harga minyak dan tarif angkutan udara, serta kenaikan tarif tol di dalam kawasan Jawa Timur.
“Tekanan inflasi kelompok inti diprakirakan melambat sepanjang tahun 2020 sebagai dampak outbreak virus corona, selesainya beberapa Proyek Strategis Nasional sehingga daya ungkit penghasilan masyarakat berkurang, serta sebagai dampak penurunan suku bunga kebijakan (BI 7DRR),” katanya.
Selain itu, adanya penyesuaian SBH 2018 turut berkontribusi terhadap meredanya tekanan inflasi untuk kelompok inti.
Komoditas volatile food tetap menjadi salah satu tantangan utama dalam pengendalian inflasi. Untuk mencapai sasaran inflasi volatile food tidak lebih dari 4%, beberapa tantangan yang dihadapi antara lain produksi pangan sangat bergantung pada kondisi cuaca dan iklim, ketidakseimbangan antara supply – demand akibat ketidakpastian permintaan, dan kendala distribusi yang menyebabkan inefisiensi biaya dan waktu sehingga terjadi susut kuantitas dan kualitas.
Untuk itu diperlukan pemanfaatan teknologi dan digitalisasi, antara lain melalui peningkatan produktivitas pertanian ditengah berkurangnya lahan dengan mengoptimalkan teknologi.
Juga perlu dilakukan, kata dia, memastikan keberlangsungan pasokan dan kestabilan permintaan melalui kerjasama antar daerah termasuk juga melalui pemanfaatan e-commerce, serta integrasi antara pemasok, distributor, dengan pembeli untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok.
Karena itulah, ke depan, proyeksi inflasi 2020 diperkirakan tetap berada di rentang target inflasi 3±1%.
Tekanan komoditas volatile food diperkirakan mereda dibandingkan capaian 2019 seiring masih berlanjutnya penurunan harga komoditas global yang akan ditransmisikan dalam komoditas volatile food.
Hal ini didorong juga dengan asumsi domestik a.l cuaca baik dan El Nino tidak seburuk 2018, serta kebijakan hortikultura yang diperkirakan berjalan baik,
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan adalah kerjasama antardaerah dengan mekanisme kontrak jual beli.