Bisnis.com, SURABAYA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur memprediksi pertumbuhan ekonomi di Jatim pada kuartal I/2020 ini bisa turun sekitar 0,25 persen sebagai dampak dari penutupan akses perdagangan dengan China akibat virus Corona.
Tommy Kaihatu, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan dan Promosi Luar Negeri Kadin Jatim, mengatakan kondisi tersebut memberikan dampak yang cukup besar bagi Indonesia termasuk Jatim yang selama ini 50% bahan baku industri diimpor dari China.
“Selama ini impor bahan baku kita di Jatim itu sekitar 70 persen yang didapat dari berbagai negara, tapi yang paling banyak berasal dari China dengan kontribusinya 50% bijih plastik, baja dan mesin, ini artinya akan sangat menggangu perekonomian,” katanya, Rabu (5/2/2020).
Dia menambahkan meski tidak ada penutupan akses secara resmi dari pemerintah, kondisi di China memang sedang tidak baik karena tidak ada aktivitas khususnya di Wuhan, Hainan, Jiangsu dan Guangzhou.
“Kadin Jatim sudah konfirmasi atas kondisi di sana dan dinyatakan bahwa beberapa provinsi ditutup. Jadi impor dihentikan atau tidak, itu sama saja karena di sana juga tidak ada yang bekerja,” ujarnya.
Agus Malik, owner PT Golden Teknik yang merupakan importir mesin dan alat berat dari China mengaku pihaknya sudah sempat melakukan order mesin dan sudah membuka pre-order (PO) di China tetapi tidak bisa dikirim sekarang. “Aktivitas di sana berhenti total, dan mereka belum bisa melakukan pengiriman,” katanya.
Baca Juga
Menurut Agus, kondisi wabah Corona tersebut seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk melakukan subtitusi bahan baku dari China ke bahan baku dalam negeri, mengingat Indonesia tidak banyak memiliki industri hulu yang bisa diandalkan.
“China bisa jadi market leader karena punya konsistensi terhadap kualitas, harga dan kuantitas,” imbuhnya.
Berdasarkan data BPS Jatim, total nilai impor Jatim selama 2019 mencapai US$23,34 miliar. Dari jumlah tersebut, China menyumbang impor barang non migas terbesar di Jatim dengan kontribusi 31,02 persen dari total impor non migas, disusul negara Amerika Serikat 6,9 persen, Thailand 5,19 persen.