Bisnis.com, MALANG — Luas panen padi di Kabupaten Malang pada 2024 mencapai 41.020 hektare, mengalami penurunan sebesar 2.899 hektare atau 6,60% dibandingkan luas panen padi pada 2023 yang sebesar 43.919 hektare.
Kepala BPS Kab. Malang, Erny Fatma Setyoharini, mengatakan produksi padi pada 2024 sebanyak 254.794 ton Gabah Kering Giling (GKG).
Jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 24.572 ton atau 8,80% dibandingkan produksi padi pada 2023 yang sebanyak 279.366 ton GKG.
"Produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 147.123 ton, mengalami penurunan sebanyak 14.189 ton atau 8,80% dibandingkan produksi beras pada 2023 yang sebanyak 161.312 ton," ucap Erny Fatma Setyoharini, Kamis (10/4/2025).
Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, menyebut luas panen padi pada 2024 mencapai 1.610,91 hektare, mengalami penurunan sebesar 21,97 hektare atau 1,35% dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 1.632,88 hektare.
Produksi padi pada 2024 sebanyak 10.496,65 ton GKG, mengalami peningkatan sebanyak 178,08 ton atau 1,73% dibandingkan produksi padi di 2023 yang sebanyak 10.318,57 ton GKG.
Baca Juga
Menurutnya, produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 6.060,97 ton, meningkat sebanyak 102,81 ton atau 1,73% dibandingkan produksi beras pada 2023 yang sebanyak 5.958,16 ton.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai penurunan lahan panen padi di Kabupaten Malang berdampak pada penurunan produksi.
Di tengah tekanan konversi lahan dan peralihan komoditas tanaman yang dilakukan oleh petani, sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Malang memperkuat modernisasi dan mekanisasi pertanian.
Hal ini untuk meningkatkan efisisensi dan produktivitas lahan, serta menarik generasi muda masuk ke sektor pertanian karena di sektor pertanian terjadi aging agriculture, yaitu tenaga kerja yang semakin menua di mana rata-rata usia petani di atas 45 tahun.
Situasi ini akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Selain itu, dari sisi input produksi, pemerintah daerah bersama pemerintah pusat harus mampu menjamin kesediaan input produksi seperti pupuk bersubsidi dan bibit yang berkualitas.
Dari sisi off farm, pemerintah harus memberikan perlindungan harga serta mengusahakan petani untuk tidak menjual gabah tetapi bentuk beras, sehingga bantuan pak gapoktan lebih komprehensif dari sisi on farm dan off farm.
Di Kota Malang, kata dia, luas lahan pertanian juga semakin terancam dengan konversi lahan seiring dengan perkembangan sektor properti, jasa, dan industri.
Hal ini diindikasikan dengan luas panen panen padi yang menurun 21,97 hektare atau 1,35%.
Namun demikian, dari sisi produktivitas menunjukkan peningkatan, meski luas lahan panen padi menurun tetapi produksinya mengalami peningkatan sebesar 1,73%.
Dengan luas lahan pertanian yang semakin berkurang, Joko menilai secara skala ekonomi pertanian sawah sudah kurang prospektif.
Produksi beras Kota Malang sekitar 6.000 ton belum mampu memenuhi kebutuhan beras Kota Malang yang mencapai sekitar 45.000 ton per tahun.
Dengan ketersediaan lahan pertanian yang ada, sebaiknya pemerintah Kota Malang mengarahkan pertaniannya pada komoditas holtikultura, sayuran, dan buah-buahan karena memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Fakta ini bisa bercermin dari pertanian Kota Batu yang lebih fokus pada produksi holtikultura yang mberikan dampak pada NTP yang lebih tinggi dan kesejahteraan petani. Tentunya hal ini harus didukung dengan smart dan integrated farming serta pengembangan urban farming.