Bisnis.com, MALANG — Banyak laporan yang menunjukkan bahwa generasi Z kesulitan menghadapi tantangan untuk memiliki rumah yang dipicu faktor ekonomi dan sosial.
Dosen Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Novita Ratna Satiti, mengatakan salah satu faktor utama yang membuat Gen Z sulit memiliki rumah adalah tingginya harga properti.
“Dalam beberapa tahun terakhir, harga rumah terus meningkat secara signifikan, sementara pendapatan rata-rata tidak mengalami peningkatan yang sebanding. Terlebih, biaya hidup yang meningkat dan inflasi yang terus naik juga menjadi hambatan signifikan,” ujarnya, Kamis (30/5/2024).
Selain itu, situasi ekonomi terutama pasca pandemi juga sangat mempengaruhi kemampuan Gen Z untuk memiliki rumah sendiri. Banyak dari mereka yang bekerja di sektor informal dengan label gig economy atau perekrutan sistem kerja dengan jangka pendek yang tidak memiliki tunjangan kesehatan, pendidikan anak, dan jaminan hari tua.
Menurut Novi, jika ditarik ke belakang, terdapat perbedaan signifikan antara tantangan yang dihadapi oleh generasi Z dan generasi milenial. Sebagai contoh, kenaikan gaji generasi milenial jauh lebih stabil dibandingkan dengan Gen Z yang sering kali harus menghadapi stagnasi upah.
“Selain itu, generasi milenial menikmati akses yang lebih mudah terhadap kredit dan pinjaman pada masanya, sedangkan Gen Z kini dihadapkan pada persyaratan yang lebih ketat dan suku bunga yang lebih tinggi,” ujarnya.
Baca Juga
Meskipun demikian, ada potensi unik yang dapat dikembangkan dalam hal pengelolaan finansial. Terlebih, Gen Z cenderung lebih melek terhadap teknologi dan seharusnya lebih sadar akan pentingnya investasi sejak dini.
Namun, pengetahuan dan kemampuan menggunakan teknologi juga harus dibarengi dengan locus of control dan behavioral finance yang baik. Sederhananya, locus of control berarti Gen Z memiliki kendali atas keputusan finansial dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, seperti tekanan gaya hidup dan adanya kemudahan dari aplikasi Paylater.
“Sementara itu, pemahaman tentang behavioral finance juga dapat membantu mereka mengenali dan menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan keuangan, seperti kecenderungan untuk berbelanja impulsif atau mengambil risiko yang tidak perlu,” tegasnya.
Adapun hal yang dapat dilakukan oleh Gen Z adalah dengan meningkatkan keterampilan dan pendidikannya daripada mengalokasikan uang untuk aktivitas hiburan yang tidak perlu. Pendekatan ini dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih baik dan stabil. Bahkan, mencari sumber pendapatan tambahan sembari menyelesaikan studi seperti freelance, business online, atau pekerjaan paruh waktu yang dapat membantu mengasah ketrampilan sekaligus mempercepat pengumpulan dana untuk membeli rumah.
“Selanjutnya, manfaatkan aneka program beasiswa. Misalnya program Magenta (Magang Generasi Bertalenta), program Wirausaha Muda Mandiri (WMM) maupun program dari lembaga-lembaga mandiri lainnya. Program-program ini tidak hanya memberikan peluang tambahan untuk belajar dan berkembang, tetapi juga dapat memberikan dukungan finansial yang diperlukan untuk membantu Gen Z mencapai kesuksesan finansial dengan lebih cepat dan efektif,” sarannya.
Novi berpesan agar gen Z hidup sesuai dengan kemampuan finansial mereka dan menghindari utang yang tidak perlu. Selain itu, penting untuk menetapkan tujuan keuangan yang jelas. Tujuan tersebut tidak hanya terbatas pada membeli rumah, tetapi juga mencakup rencana jangka pendek yang memerlukan perencanaan keuangan yang matang.(K24)