Bisnis.com, MALANG — Pertumbuhan ekonomi Jatim pada 2023 termoderasi karena faktor ekonomi global yang berdampak pada industri pengolahan.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai perekonomian Jawa Timur 2023 mengalami perlambatan, ditandai dengan capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,95%, lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai sebesar 5,34%.
“Capaian 2023 tersebut juga lebih rendah dari nasional, dimana 2023 pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,05%,” ucapnya, Rabu (7/2/2024).
Secara sektoral, kata dia, selama 2023 pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor Pengadaan Listrik dan Gas (PLG) yang tumbuh sebesar 23,70% dan Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 13,29%.
Sektor PLG didukung oleh kenaikan permintaan untuk rumah tangga dan sektor jasa. Sementara itu, perbaikan aksesibilitas dan konektivitas juga turut mendukung melejitnya pertumbuhan sektor pergudangan dan transportasi. Namun, situasi perekonomian global yang penuh ketidakpastian pada 2023 berdampak pada penurunan kinerja sektor industri pengolahan, dimana sektor ini hanya tumbuh sebesar 4,08% yang tahun sebelumnya tumbuh sebesar 6,27%.
Menurut dia, hal yang sama terjadi di sektor perdagangan yang tumbuh melambat menjadi 5,74%. Pada 2022, sektor tersebut tumbuh sebesar 6,87%.
Baca Juga
Kedua sektor tersebut, kata dia, sangat signifikan memengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi Jatim karena keduanya berkontribusi hampir 50% ekonomi Jatim dengan industri pengolahan sekitar 30% dan perdagangan sekitar 19%.
Di sisi lain, ujar dia, melambatnya pertumbuhan industri pengolahan dan akhirnya berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi juga linier dengan turunya ekspor Jatim. Pada 2023 pertumbuhan ekspor jatim -4,93%. Ekspor Jatim didominasi dari komoditas industri pengolahan.
Sejalan dengan itu, menurutnya, impor juga minus sebesar -10,04%, berdampak pada perlambatan pertumbuhan sektor perdagangan. Impor Jatim didominasi oleh kelompok bahan baku/penolong dan barang konsumsi.
Dari sisi PDRB pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi tumpuan perekonomian Jawa Timur. Konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 60,79%, namun di tahun 2023 ini mengalami perlambatan pertumbuhan, hanya tumbuh sebesar 4,98%, lebih rendah dari tahun 2022 yang tumbuh sebesar 6,03%.
“Fakta ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi perlambatan daya beli masyarakat yang dapat disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan karena ada elnino dan cuaca ekstrem yang mengganggu produktivitas pertanian,”ucapnya.
Namun, dia menilai, fakta tersebut juga dapat diindikasikan bahwa daya beli masyarakat sudah kembali normal karena puncak pemulihannya ada pada 2022.
Aktivitas kampanye Pileg dan Pilpres yang dimulai pada triwulan IV/2023, ujar dia, berdampak pada peningkatan pertumbuhan pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT). Dimana salah satu komponen pembentuknya adalah pengeluaran partai politik. Kelompok ini tumbuh sebesar 10,30%, lebih tinggi dari tahun 2022 yang tumbuh sebesar 7,25%.
Berkaca dari fakta-fakta tersebut, menurut Joko, potensi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi masih terbuka, yaitu fokus pada percepatan belanja pemerintah pusat dan daerah pada triwulan I/2024.
Percepatan belanja pemerintah ini akan memberikan stimulus bagi laju perekonomian. Belanja-belanja yang bersifat produktif seperti untuk infrastruktur, belanja untuk program UMKM dan industri kecil, paket diskon perpajakan dengan menyasar sektor industri, properti, dan sektor konsumsi, termasuk bansos yang dikemas dalam jaring pengaman sosial harus dapat dieksekusi di Tw 1-2024.
“Ekspansi fiskal menjadi sebuah keharusan di tengah melambatnya investasi pada awal tahun karena sebagian besar investor menunda untuk ekspansi, wait and see menunggu redanya tensi politik,” kata Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu.(K24)