Bisnis.com, MALANG — Perilaku konsumen butik telah bergeser, tidak melulu harus mendatangi tempat tersebut secara offline untuk berbelanja, namun juga banyak yang membeli produk secara online.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Prof Fatchur Rochman, mengatakan perilaku konsumen butik biasanya loyal. Mereka perlu ke butik untuk bersosialisasi sehingga ketika memutuskan membeli produk tertentu, pertimbangannya karena teman dan gengsi daripada membutuhkan barang tersebut.
“Namun memasuki era digital, loyalitas konsumen butik sudah bergeser. Sebagian pelanggan butik membeli barang justru lewat online sehingga pengelola harus mengantisipasi hal itu,” ujarnya di sela-sela pengukuhan sebagai Guru Besar FEB UB dengan orasi ilmiah berjudul "Model Perilaku Konsumen Digital Boutique" di Malang, Selasa (12/12/2023).
Dia meneliti bagaimana lingkungan sosial berpengaruh terhadap loyalitas seorang konsumen. Model yang dibuatnya saat ini masih diterapkan pada konsumen butik sehingga diharapkan kedepan masih perlu adanya dikembangkan lagi.
Kemajuan teknologi yang semakin canggih saat ini, membuat pengusaha butik perlu memikirkan inovasi yang lebih canggih dalam memasarkan barang dagangannya.
Perubahan perilaku pelanggan pada era digital, mendorong pengelola bisnis untuk melakukan penyesuaian terhadap perencanaan strategis dan bentuk implementasinya dalam rangka menjaga dan meningkatkan kinerja perusahaan.
Baca Juga
Menurut dia, bisnis butik merupakan salah satu bentuk usaha ritel, dimana pengembangan usaha akan bergantung dari jumlah penjualan dari pakaian. Dalam rangka meningkatkan jumlah penjualan di era digital, bisnis butik perlu melakukan pembaruan terhadap strategi pemasaran.
“Salah satu strategi yang umum dikembangkan oleh pengelola usaha butik di era digital adalah menciptakan ruang belanja digital berupa webstore atau e-marketplace,” ucapnya.
Melalui strategi ini, variabel operasional untuk mengobservasi bagaimana aspek lingkungan fisik dapat menstimulisasi perilaku pelanggan menjadi tidak relevan karena pelanggan berbelanja secara online tanpa mengunjungi toko fisik.
Prof. Fatchur Rohman, sebagai Profesor aktif ke 28 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan profesor aktif ke 200 di Universitas Brawijaya serta menjadi profesor ke 359 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh Universitas Brawijaya.
Sebelumnya, Direktur Program INDEF, Esther Sri Astuti, memproyeksikan ekonomi digital diproyeksikan terus tumbuh secara positif dan pada 2025 diperkirakan tumbuh dua kali lipat yang didorong oleh pergeseran perilaku dari milenial dan gen Z sebagai kelompok konsumen terbesar.
Menurut dia, prospek ekonomi digital sangat besar. Oleh karena itu, butuh peran dari industri finansial, baik dari sektor perbankan maupun non-bank, untuk mendukung pemerataan ekonomi digital.
“Juga, regulasi yang kuat dari pemerintah untuk melindungi data pengguna dan keamanan pengguna dari serangan siber,” ungkapnya dalam keterangan resminya.
Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu, mengatakan menyambut 2024, teknologi semakin mempengaruhi lanskap finansial dan ekonomi digital di Indonesia.
Hasil penelitian Populix menyebutkan, milenial dan gen Z menunjukkan perbedaan perilaku belanja yang cukup signifikan. Sebagai generasi yang tengah berada di fase berkeluarga, milenial cenderung memiliki tanggung jawab lebih dalam hal perencanaan keuangan.
Mereka memiliki pos-pos anggaran yang lebih matang untuk berbelanja, berinvestasi, bahkan menyiapkan anggaran untuk masa depan seperti dana pendidikan. Oleh karena itu, milenial lebih memprioritaskan berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, sebagai generasi yang lahir di era teknologi dan tumbuh dalam paparan media sosial, perilaku belanja gen Z cenderung dipengaruhi oleh tren dan mentalitas fear of missing out (FOMO). Hal ini mendorong mereka untuk terus berupaya mengikuti perkembangan dengan membeli produk-produk terkini, serta lebih memprioritaskan berbelanja kebutuhan gaya hidup yang bersifat impulsif.
Terkait platform belanja, e-commerce menjadi tempat belanja yang paling diminati, dengan 54% responden menyatakan preferensi terhadap platform ini. Sebaliknya, berbelanja langsung di toko masih diminati oleh sebanyak 42% responden dengan mayoritas berasal dari kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah.
Sementara itu, 3% responden yang didominasi gen Z memiliki kecenderungan untuk berbelanja melalui platform media sosial.(K24)