Bisnis.com, SURABAYA - Gabungan Importir Nasional Indonesia (Ginsi) Jawa Timur menilai aturan post border atau pengawasan impor setelah kawasan pabean cukup memudahkan pengusaha dalam melakukan kegiatan impor.
Ketua Ginsi Jatim Romzy Abdullah Abad mengatakan meski telah memudahkan pengusaha importir, tetapi Kementerian Perdagangan memang masih perlu melakukan pengetatan dalam pengawasannya, mengingat celah kemudahan post border tersebut dimanfaatkan oleh oknum untuk melancarkan aksi impornya.
“Dalam pengetatan pengawasannya, importir harus mencantumkan data yang terdiri dari nomor, dari, dan tanggal atas dokumen Persetujuan Impor (PI). Namun, untuk memperoleh PI ini masih banyak kendala yakni menunggu waktu yang sangat lama, terutama komoditas besi/baja, brondong dan turunannya,” jelasnya di sela-sela Sosialisasi Permendag No 51/2020, tentang pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor, Rabu (18/11/2020).
Romzy menjelaskan untuk mendapatkan PI tersebut, importir harus lebih dulu mendapatkan pertimbangan teknis dari Kemendag, bahkan pertimbangan terkadang lebih sulit.
“Akibatnya banyak importir yang mengalami kekurangan bahan baku, sehingga mereka terpaksa menghentikan proses produksi. Apalagi impor Jatim kita ini sebagian besar adalah bahan baku penolong untuk industri,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi tersebut pun berdampak pada turunnya volume ekspor, hingga menurunnya pendapatan negara dari sektor bea masuk dan sektor jasa kepelabuhanan.
Baca Juga
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Veri Anggrijono menjelaskan dalam Permendag No.51/2020, sebagai revisi Permendag No. 28/2018 ini terdapat prosedur pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor yang lebih ketat.
“Mekanisme post border bertujuan mempermudah pelaku usaha, tetapi sebagai konsekuensinya kami akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean," katanya.
Adapun dalam aturan baru itu, proses self declaration telah dicabut dan diganti dengan kewajiban pemenuhan persyaratan impor lainnya, yaitu dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS).
Dia menjelaskan, dengan memberi kemudahan pengusaha tetapi tidak menghilangkan kewajiban importir. Sebagai contoh, jika sebelumnya terdapat kekurangan dokumen mengakibatkan barang tertahan di pelabuhan dan berdampak pada biaya gudang, kini barang tetap bisa dikeluarkan dari pelabuhan dan disimpan di gudang importir.
“Tapi syaratnya barang tidak boleh diperjual belikan dahulu, sampai pengusaha itu sudah melengkapi dokumennya,” imbuhnya.
Veri menambahkan, aturan baru tersebut diharapkan dapat menggenjot kinerja ekspor impor sekaligus dapat menyaring importir yang resmi dan terdaftar, sehingga oknum-oknum impor yang nakal selama ini tidak bisa memanfaatkan celah kemudahan dari aturan tersebut.
“Paling tidak, nanti akan ditemukan importir berkualitas dalam performance untuk memenuhi bahan baku industri,” imbuhnya.