Bisnis.com, JAKARTA - Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya akhirnya diputuskan tidak diperpanjang lagi. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengingat jumlah kasus positif Covid-19 di wilayah tersebut dan Jawa Timur secara keseluruhan masih tinggi.
Menurut data pemerintah, pertambahan kasus positif Covid-19 di Jawa Timur pada Senin (8/6/2020) sebanyak 365 kasus sehingga total kasus di provinsi ini 5.313 kasus.
Namun, hasil koordinasi kesepakatan tiga kepala daerah yakni Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Plt Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin, dan Bupati Gresik Sambari Halim Radianto, pada 8 Juni 2020 memutuskan untuk mengakhiri PSBB di Surabaya Raya yang sudah memasuki fase perpanjangan ketiga.
Koordinator PSBB sekaligus Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono menyampaikan rapat tersebut menyepakati masa transisi menuju era normal baru di wilayah Surabaya Raya selama 14 hari, terhitung mulai Selasa, 9 Juni hingga 22 Juni 2020.
Heru mengatakan Gubernur Jatim bersama Forkopimda sudah melakukan diskusi yang bersifat teknis untuk menjadi dasar-dasar pengambilan keputusan untuk melanjutkan PSBB atau tidak. Namun, dia menekankan, keputusan transisi itu diambil oleh ketiga kepala daerah, bukan oleh pemerintah provinsi.
“Sore tadi Bu Gubernur, Pak Pangdam dan Kapolda dan pimpinan daerah Surabaya Raya telah mengambil langkah-langkah bahwa mereka memilih PSBB tidak dilanjutkan. Bukan (keputusan) provinsi loh ya," katanya usai rakor PSBB Surabaya Raya, Senin (8/6) malam.
Baca Juga
Teknis penerapan masa PSBB transisi masih akan dibahas bersama oleh pemda, termasuk soal aturan dan sanksi yang akan diberlakukan. Aturan tersebut rencananya akan kembali dibahas dan ditetapkan pada hari ini, Selasa (9/6).
Terkait alasan penghentian masa PSBB Surabaya di tengah tingginya angka kasus Covid-19 lebih karena faktor pertimbangan ekonomi.
Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, ,PSBB tidak perlu diperpanjang lantaran masalah perekonomian masyarakat yang mulai terseok-seok dan sudah mulai banyak warga yang mengeluh karena tak bisa mencari nafkah.
Senada, Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifudin juga berpendapat kondisi ekonomi masyarakat perlu menjadi pertimbangan, meskipun diakui bahwa tren kasus positif di Surabaya Raya masih tinggi.
Lebih lanjut, Risma meminta agar warga di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan. Menurutnya, disetujuinya keputusan PSBB transisi tersebut adalah amanah bagi masyarakat Surabaya.
“Kalau kemarin banyak yang mengeluh ke saya ingin kehidupan normal tapi dengan protokol kesehatan ketat. Ayo kita lakukan. Kita harus jaga kepercayaan itu dan tidak boleh sembrono,” kata Risma saat menggelar jumpa pers di rumah dinasnya, Senin (8/6) malam.
Dia juga meminta kepada warga dan juga semua pihak termasuk pihak perhotelan, restoran, mal, pertokoan, perdagangan, pasar dan berbagai pihak lainnya untuk selalu menjaga protokol kesehatan dengan lebih disiplin.
Menurutnya, meskipun PSBB berakhir, pandemi belum selesai. Apalagi, masih banyak warga Surabaya yang dirawat di rumah sakit, dan tim medis pun masih terus berjuang menyembuhkan pasien yang dirawat di rumah sakit.
“Jangan ditambah lagi, hanya karena kita tidak disiplin. Kita harus selalu disiplin, tolong ini diperhatikan. Saya sudah membuat protokol kesehatan untuk semua tempat, tolong diikuti dan dipatuhi. Ayo kita perkuat Kampung Wani Jogo Suroboyo untuk menjaga diri kita dan tetangga kita,” katanya.
Sementara itu, kajian yang dilakukan oleh sejumlah pihak menunjukkan tren yang masih fluktuatif terkait tren angka reproduksi efektif atau Rate of Transmission (RT) Covid-19 di Surabaya.
Perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Universitas Airlangga dr. Windhu Purnomo menyebutkan bahwa berdasarkan kajian hingga 30 Mei, tren RT selama PSBB III Surabaya Raya telah turun dari 1,7 menjadi 1,1.
“Walaupun dalam pengamatan masih tercatat naik turun, tapi secara optimistis tercatat RT-nya Surabaya Raya kecenderungan menurun dari awal penerapan PSBB,” ujarnya.
Adapun, pada hari sebelum berakhirnya PSBB Surabaya, angka RT belum menunjukkan tren melandai. Berdasarkan penghitungan RT milik Bonza, Provinsi Jawa Timur mengalami kenaikan laju penyabaran virus hingga mencapai 1,07 pada Minggu (7/6).
Angka itu terbilang fluktuatif selama sepekan terakhir dengan angka terendah mencapai 1,02 pada 2 Juni 2020.