Bisnis.com, SUMENEP - Budi daya bawang merah di Kecamatan Rubaru, Sumenep, sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Dilakukan turun temurun dari generasi ke generasi.
Regenerasi petani dilakukan dengan melibatkan pemuda sedari mula. Sejak remaja sudah dikenalkan dengan lahan, membantu dalam seluk beluk budi daya, sehingga secara alami terbiasa dengan pertanian.
Ach Yasin, anggota Kelompok Tani Sumberbumi, Desa Mandala, Kecamatan Rubaru mengatakan terbiasa membantu orang tua bertani sejak kecil. Namun untuk uji coba budi daya sendiri baru dilakukan saat SMA, saat berusia 17 tahun.
"Saya awalnya pinjam lahan orang tua 40x40 meter, tanam bawang merah, dikelola sendiri, dapat uang Rp7 juta. Seneng uang dipegang sendiri," jelasnya sembari tersenyum, mengingat momen keberhasilan tujuh tahun lalu.
Uang hasil bertani itu lantas digunakan untuk budi daya bawang. "Ya kalau harga bagus nanam lagi, pinjam lahan orang tua," kata Yasin yang kini berusia 24 tahun saat ditemui Tim Jelajah UMKM dan Pesantren yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur di Rubaru, Kamis (7/11/2024).
Ada kalimat yang kerap diungkap di kalangan petani, bahwa menanam bawang satu hektare, pulang bisa bawa mobil. Hitungan sederhananya, satu hektare produktivitas bisa 8-12 ton, sedangkan harga bawang bisa lebih Rp30.000 per kg, dengan kata lain pendapatan dengan produktivitas 8 ton bisa Rp240 juta dalam satu musim tanam 60 hari.
Baca Juga
Dalam diskusi dengan sejumlah petani, disebutkan harga minimum penjualan bawang merah Rp25.000 per Kg agar menutupi biaya budi daya. Sementara pada Jumat (8/11/2024), saat Tim Jelajah ke Pasar Anom, Sumenep, harga bawang dibanderol Rp32.000 per kg . Sebagai komoditas yang volatile, harga bawang bisa berubah-ubah mengikuti kondisi pasar.
Sementara dalam praktik budi daya, tidak semua bisa dikalkulasi setara rupiah. Sirojuddin, petani dari Desa Karangnangka, menggambarkan ada praktik gotong royong yang tidak dihitung dengan uang. Contoh di lapangan, ada seorang petani mengolah lahan, lalu tetangga yang berdekatan dengan lahan itu membantu atau bisa juga mengirimkan orang untuk membantu.
Praktik membantu petani lain disebut otosan dalam bahasa Madura atau bisa bermakna utusan dalam bahasa Indonesia. Tenaga petani yang diutus alias didelegasi untuk membantu itu serupa utang tenaga. Sehingga pada saatnya petani yang dibantu harus melakukan sebaliknya, menolong petani lain saat mengolah lahan.
"Otosan [utusan] kalau istilahnya, jadi hutang tenaga, sama-sama punya lahan," tuturnya.
Bawang Kunci Kemajuan
Petani dan penangkar benih bawang merah Mu'jizat menjelaskan bawang menjadi salah satu komoditas yang bisa mengantarkan Kecamatan Rubaru maju. Bila daerah ini jadi sentra sepanjang tahun, sangat terbuka kemungkinan terbentuk pasar lelang komoditas.
"Itu akan menguntungkan petani, menguntungkan masyarakat ke depan," jelas pria yang juga Ketua Koperasi Permata Indah Rubaru (PIR) saat ditemui di Desa Basoka, Kecamatan Rubaru, Sumenep, Jumat (8/11/2024).
Mu'jizat bersama petani mitra mengelola lahan tak kurang dari 14 hektare. Sepanjang 2023 lalu, ia memasarkan 110 ton benih ke berbagai daerah. Dari total benih terjual tersebut, pasar lokal menyerap 30-60 ton.
"Banyak tidaknya memang tergantung permintaan, tapi sebagai penangkar, kami pokoknya siapkan," tuturnya.
Melihat potensi pengembangan bawang merah yang selalu terbuka dan memiliki dampak yang luas (multiplier effect), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur terus berkolaborasi dengan berbagai stakeholders untuk melakukan pendampingan secara berkelanjutan. Program ini bertujuan memperkuat kapasitas petani baik di hulu hingga hilir, termasuk memfasilitasi petani untuk meningkatkan skala usaha dengan tetap terbuka terhadap teknologi.