Bisnis.com, MALANG — Kota Malang mengalami inflasi tahunan 1,62% dengan penyumbang utama kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,54% pada September 2024.
Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, mengatakan komoditas yang memberikan andil besar adalah emas perhiasan, sigaret kretek mesin,kopi bubuk, tarif uang kuliah perguruan tinggi, tarif rumah sakit, tempe, udang basah, gula pasir, dan cabai rawit.
Pada September 2024, Kota Malang mengalami inflasi year on year sebesar 1,62% atau jauh lebih rendah dibandingkan inflasi September (yoy) tahun 2023 yang nilainya sebesar 2,56%.
Sepuluih komoditas dominan penyumbang inflasi tahunan pada September, yakni emas perhiasan, beras, sigaret kretek mesin (SKM), kopi pupuk, akademi/perguruan tinggi, tarif rumah sakit, tempe, udang basah, gula pasir, dan cabai rawit.
Sedangkan 10 komoditas yang mengerem inflasi atau mengalami deflasi, yakni daging ayam ras, tomat, bensin, jeruk, cabai merah, bayam, kangkung, telepon seluler, tongkol diawetkan, dan sabun mandi cair.
Menurutnya, pada September 2024 terjadi deflasi month to month sebesar -0,14%, inflasi year to date sebesar 0,45%, dan inflasi year on year sebesar 1,62%.
Baca Juga
Penyumbang utama deflasi m-t-m pada September 2024 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil deflasi sebesar 0,18%. Komoditas yang memberikan andil deflasi besar adalah cabai rawit, cabai merah, bensin, telur ayam ras, daging ayam ras, beras, anggur, jeruk, bawang daun, dan tomat.
Beberapa bahan pangan pendorong inflasi pada September satu di antaranya beras. September ini harga rata-rata beras turun sebesar 0,49% dibandingkan harga bulan Agustus. Beras memberikan andil deflasi sebesar 0,02%.
Penyebab penurunan harga beras di antaranya adalah tersedianya stok yang mencukupi di pasar. Pada September 2024, kata Umar, rata-rata harga cabai rawit di Kota Malang tercatat mengalami penurunan sebesar 33,24% jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Penyebab penurunan harga cabai rawit di antaranya adalah stok yang mencukupi. Beberapa bahan pangan pendorong deflasi, yakni komoditas tomat, mengalami deflasi lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024. Pada September 2024 tomat mengalami penurunan harga sebesar 10,09% dengan andil deflasi 0,01%.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai deflasi yang kembali terjadi September menujukkan bahwa pengendalian dalam manajemen stok komoditas bahan pangan semakin baik.
Selain itu, kata dia, fakta ini ini juga mengindikasikan semakin membaiknya sinergi antar perangkat daerah dalam perencanaan informasi dan produksi bahan pangan serta kerja sama antar daerah dalam menjaga pasokan bahan pangan. Di sisi lain, penyesuaian BBM non subsidi juga memberikan andil terhadap pengeluaran transportasi tetap terjaga.
Hal yang perlu diwaspadai di triwulan akhir 2024 adalah dampak awal kebijakan BI menurunkan tingkat suku bunga serta kenaikan komoditas emas sebagai dapat memicu pergerakan inflasi.
Namun perkiraan kenaikan inflasi ini, kata dia, diperkirakan masih dalam range target yang ditetapkan ±2,5% sampai akhir 2024. Penurunan suku bunga diharapkan dapat meningkatkan intermediasi perbankan, khususnya penyaluran kredit sehingga akan mendorong peningkatan volume ekonomi dan daya beli masyarakat.
“Penguatan pasar domestik menjadi kunci dalam menghadapi gejolak geopolitik yang semakin panas sehingga berdampak pada fluktuasi komoditas internasional,” kata Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu.(K24)