Bisnis.com, MALANG — Aset perbankan di Indonesia dibandingkan terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) terendah di ASEAN yakni hanya 59,5 persen.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Prof Candra Fajri Ananda, mengatakan di tingkat regional ASEAN, sektor keuangan Indonesia masih relatif tertinggal. Singapura 572,1 persen, Malaysia 198,6 persen, dan Thailand 146,6 persen.
“Fakta ini juga terjadi pada indikator kapitalisasi pasar modal terhadap PDB, cakupan asuransi dan dana pensiun juga masih jauh tertinggal dengan negara-negara tersebut,” katanya, Senin (27/4/2023).
Di sisi lain, perekonomian bertransisi dengan cepat ke arah digital ekonomi dan semakin terintegrasi, tidak terkecuali di sektor keuangan. Diindikasikan dengan pertumbuhan pesat fintech dan mulai munculnya konglomerasi grup Big-Tech.
Selain itu, kata dia, sektor keuangan dihadapkan pada tantangan transisi perekonomian ke arah sustainable yang perlu didukung oleh sektor keuangan yang kuat. Tidak hanya itu, literasi keuangan dan akses keuangan yang rendah, tingginya biaya transaksi keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, masih menghantui sektor keuangan.
Padahal, kata dia, pembangunan menuju Indonesia Emas 2045 tidak bisa dilepaskan dari daya saing sektor keuangan Indonesia yang mumpuni. “Oleh karena itu, UU Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (P2SK) lahir untuk menjawab tantangan dan permasalahan tersebut,” ujar Candra yang juga Stafsus Menkeu tersebut.
Baca Juga
Konsekuensi dari implementasi UU P2SK, kata dia, akan memberikan kewenangan tambahan kepada lembaga yang terlibat. Salah satunya OJK yang ditambahkan mandat baru dalam penanganan a.l bursa karbon dan aset kripto. Tugas untuk penguatan sektor keuangan tugas tambahan juga diamanahkan untuk LPS, BI, maupun Kementerian Keuangan.
Pelibatan yang melibatkan banyak stakeholder-nya ini, dia menilai, tidak mudah, koordinasi dan sinergi kebijakan antar berbagai kepentingan akan menjadi tantangan yang harus dihadapi, dan tentunya didukung dengan SDM yang kompeten. Kebutuhan SDM di sektor jasa keuangan dalam rangka implementasi UU P2SK, khususnya pemenuhan tugas OJK.
“Satu hal lagi dalam implementasi UU P2SK yang akan menjadi tantangan pelik, jika terjadi krisis, siapakah nantinya yang akan menentukan status krisis berdampak sistemik, sehingga menjadi dasar bagi pemangku kepentingan untuk menjalankan protocol crisis dan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan dan menjaga stabilitas sektor keuangan,” katanya dalam Seminar UU P2SK di Malang, Minggu (23/7/2023).
Humas LPS, Haydin Haritzon,menegaskan Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS telah menyusun rencana strategis untuk mengemban amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan atau UU P2SK yang bertujuan agar sektor keuangan yang lebih berkembang, inklusif, stabil, dan berkelanjutan.
“Kehadiran UU P2SK, dia meyakinakan, merupakan salah satu bentuk respon atas beberapa tantangan bagi sektor keuangan Indonesia seperti masalah literasi keuangan, ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan,” ungkapnya dalam Seminar bertajuk UU P2SK dan Stabilitas Finansial/Moneter di Malang, Minggu (23/7/2023).
Secara ringkas, kata dia, dalam UU P2SK ini terdapat empat perubahan utama pengaturan yang terkait dengan LPS, yakni kelembagaan LPS, fungsi penjaminan dan resolusi bank, penempatan dana LPS, dan yang terakhir mandat baru berupa Program Penjaminan Polis Asuransi.
Untuk menindaklanjuti mandat baru tersebut, dia meyakinkan, LPS telah menyusun road map atau rencana strategis dari 2023 sampai dengan tahun 2028. Pada tahun 2023 ini, LPS akan berfokus pada penyusunan desain organisasi, proses bisnis, tata kelola, dan kebijakan.
Pada 2024, LPS akan menargetkan penyelesaian penyusunan peraturan sembari melakukan pemenuhan serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara bertahap.
Pada 2025, dia menegaskan, akan dilakukan pemenuhan infrastruktur, pengembangan IT, dan penyempurnaan SDM. Kemudian pada periode 2026–2027, LPS akan menyelesaikan seluruh tahapan pelaksanaan mandat baru sembari menjalankan evaluasi pada setiap tahapan, sedangkan pada 2028, LPS akan melakukan implementasi program penjaminan polis sesuai amanat UUP2SK.
Kepala OJK Malang, Sugiarto Kasmuri, menegaskan dengan telah diterbitkannya UU P2SK, OJK sebagai otoritas yang berwenang melakukan pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan telah melakukan berbagai persiapan sebagai tindak lanjut UU P2SK, seperti menyusun program kerja strategis dan respons kebijakan untuk dapat menjalankan tugas dan kewenangan sesuai amanat UU P2SK.(K24)