Bisnis.com, MALANG — Pemkot Malang mendukung Kompas Perempuangkan dalam memperjuangkan hak pekerja rumahan lewat memasukkan isu tersebut dalam Musrenbang 2024.
Badan Pekerja Komnas Perempuan Divisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Tiasri Wiandani, mengatakan Kota Malang menjadi salah satu kota rujukan bagi Komnas Perempuan untuk masukan bagi perumusan kebijakan berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan karena perempuan memotret perempuan pekerja rumahan belum mendapatkan hak hak selaku pekerja secara memadai, termasuk dalam sisi perlindungan.
“Dua sisi kritis yang sudah kami cermati, ada kecenderungan pelaku usaha melakukan strategi pemangkasan biaya produksi seperti penggunaan listrik dan lain lain serta pemanfaatan atas kondisi keterdesakan ekonomi para pelaku pekerja rumahan sehingga tidak memiliki posisi tawar. Ini diperparah dengan tidak ada perjanjian kerja,” ujarnya di Malang, Senin (19/6/2023).
Ketertarikan Komnas Perempuan RI terhadap kota Malang, a.l, karena Pemkot Malang telah memberikan jaminan kesehatan 100 persen kepada semua warganya atau sering diistilahkan dengan Universal Health Coverage (UHC) dan juga ada Musrenbang Tematik Perempuan.
“Dari situ, kami sangat berharap kota Malang juga ada kebijakan terhadap jaminan perlindungan ketenagakerjaan kepada kelompok perempuan pekerja rumahan, “ujarnya berharap.
Wali Kota Malang, Sutiaji, menegaskan komitmennya berkaitan dengan pengarusutamaan gender (PUG). “Saya menangkap perhatian khusus terkait isu pekerja perumahan. Pemerintah Kota memiliki komitmen atas hal tersebut. Tidak sekadar kekerasan secara fisik namun juga psikis. Oleh karenanya, saya minta musrenbang 2024 memasukkan isu pekerja rumahan,” ujarnya.
Baca Juga
Dia memerintahkan kepada OPD teknis dan Bagian Hukum, bertepatan saat ini masih dalam proses pembahasan berkaitan peraturan daerah tentang PUG, agar ditambahkan klausul pasal khusus berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan.
Kepada Komnas Perempuan, dia juga mengajak berjuang bersama sama terkait pemanfaatan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) ke Kemenkeu. “Kita lihat energi DBHCHT sangat besar dan belum termanfaatkan secara maksimal. Mari kita perjuangkan Permenkeu yang mengatur penggunaannya, satu diantaranya bisa dikhususkan untuk perempuan pekerja perumahan, “ katanya.
Yuyun Ekowati, salah satu pekerja rumahan yang tergabung dalam Jaringan Perempuan Pekerja Rumahan RI (JPPR RI) wilayah Malang, mengakui bahwa selama ini tidak ada perjanjian / kontrak kerja secara khusus.
Dia yang bekerja borongan konveksi, dalam testimoni masih bersyukur untuk wilayah dia pekerja masih ada proses negosiasi dengan pemberi kerja untuk urusan penyesuaian upah.
Perempuan yang berdomisili di wilayah Polehan tersebut, menuturkan bahwa pemberi kerja di Malang juga memberikan bantuan peralatan jahit serta memberikan keleluasan untuk memanfaatkan limbah kain untuk produksi pernak pernik (kriya mandiri) serta di Polehan juga telah berdiri Sekolah Pekerja Rumahan.
Bagi Komnas Perempuan, potret yang didapat, satu di antaranya dari JPPR RI yang ada di daerah, belum dapat memberikan perlindungan secara paripurna bagi kelompok rentan dimaksud. Terlebih belum semua daerah sudah terbentuk JPPR RI, di Jawa Timur, baru 6 (enam) daerah, satu di antaranya Kota Malang.
Agenda Komnas Perempuan ke Kota Malang dilakukan, setelah sebelumnya ke Kota Solo dan Yogyakarta. Dengan sasaran utama adalah kelompok yang masuk dalam kategori POS (putting of system) atau dikenal dengan pekerja borongan (rumah), yang kebanyakan dari identifikasi Komnas adalah mereka yang single parents atau suaminya bekerja secara serabutan.(K24)