Bisnis.com, SURABAYA — Produk investasi saat ini semakin memberikan banyak pilihan bagi investornya, termasuk produk investasi digital yang semakin mudah dijangkau dalam genggaman tangan.
Namun, kapan waktunya berinvestasi? Sebisa mungkin lakukan sejak dari usia muda mengingat investasi memiliki gap waktu yang harus diperhitungkan sebelum memasuki masa pensiun atau sudah tidak produktif lagi.
Regional Sales Head of Private Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Andrianto Rinaldy mengatakan sejak muda perlu mengoptimalkan investasi apa yang dibisa, apalagi saat ini sudah banyak instrumen investasi yang mudah dijangkau.
“Untuk anak muda seperti mahasiswa, bisa dimulai dari investasi reksadana dan surat hutang negara atau obligasi. Reksadana sering dipakai pemula karena ini segampang kalau kita mau beli gado-gado, reksadana disediakan dalam bentuk terkomposisi dengan baik sesuai dengan profilnya, sudah disajikan, tinggal makan,” jelasnya dalam Bisnis Indonesia Goes To Campus (BGTC) 2023 di ITS Surabaya, Jumat (26/5/2023).
Dia memaparkan dalam perencanaan keuangan terdapat dua pilihan investasi di antaranya untuk financial aset yang memiliki instrumen investasi seperti reksadana pasar uang, obligasi, dan saham serta mata uang asing, selanjutnya non financial aset yakni investasi tanah, properti, batu mulia, barang seni/antik sektor riil, dan perhiasan.
“Nah, kita harus paham instrumen investasi apa yang tepat, karena investasi adalah sesuatu aset yang kita punya dan kita harapkan untuk punya tingkat pengembalian yang lebih tinggi,” ujarnya.
Baca Juga
Menurut Andrianto, untuk investor yang memiliki aktivitas mobile atau sering berpindah rumah dan tinggal tidak tetap, Bank Mandiri lebih menyarankan untuk berinvestasi pada instrumen-instrumen pada perencanan financial aset.
“Jika sering berpindah rumah, investasi yang cocok ya reksadana, pasar uang, obligasi, saham sehingga aset kita ada di sana, dan di manapun, kapanpun bisa dijual, baik secara parsial ataupun selurunya,” imbuhnya.
Namun begitu, kata Andrianto, dalam berinvestasi tetap perlu memperhatikan profil risiko. Setidaknya ada lima profil risiko yang menjadi pilihan dalam melakukan investasi terutama untuk investasi saham.
Pertama, profil konservatif yakni risiko rendah seperti pendapatan tetap dan pasar uang dengan tujuan untuk melindungi nilai utama portofolio yakni dengan porsi investasi sedikit saham atau sekitar 20 persen, cash 40 persen dan obligasi 40 persen.
Kedua, profil seimbang yakni mempertahankan sebagian besar nilai total portofolio tetapi bersedia mengambil risiko untuk perkembangan inflasi. Risiko ini bisa dilakukan dengan cash 35 persen, saham 25 persen, obligasi 40 persen.
Ketiga, profil moderat bisa dilakukan dengan 50 persen obligasi, 30 persen saham dan 20 persen cash. Jangka waktu investasi di sini tepatnya di atas 5 tahun dengan tingkat toleransi risiko yang sedang.
“Selanjutnya ada profil risiko yang bertumbuh dan agresif tetapi memiliki risiko tinggi karena sangat volatille dalam jangka pendek,” imbuhnya.