Bisnis.com, SURABAYA - Bonus demografi harus dimanfaatkan untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045. Bonus demografi yang dimaksud adalah jumlah penduduk usia produktif (16-64 tahun) jauh lebih banyak dibandingkan dengan nonproduktif.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengajak para mahasiswa untuk berani menjawab tantangan bonus demografi ini.
“Apakah bonus demografi ini menjadi hambatan atau keuntungan? Nah, jika tidak dimanfaatkan, yang terjadi pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat dan terjadi kesenjangan sarana prasarana seperti pendidikan dan kesehatan,” ujar Emil saat mengisi kelas leadership dalam kegiatan Bisnis Indonesia Goes To Campus (BGTC) 2023 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jumat (26/5/2023).
Dia melanjutkan, struktur penduduk saat ini didominasi oleh kalangan usia produktif (16-64 tahun) dan hanya terjadi sekali dalam sejarah Indonesia yakni pada 2020 - 2030.
Pada 2016, potensi ekonomi dari produk domestik bruto (PDB) tercatat US$0,92 triliun dengan tingkat pendapatan per kaita US$3.600. Namun ada potensi ekonomi saat bonus demografi 2045 yakni PDB US$9,1 triliun dengan pendapatan per kapita mencapai US$29.000.
“Terdapat 3 negara yang berhasil menghadapi bonus demografi yakni Jepang, Korea Selatan dan China. Mereka saat ini bukan sekedar market, tetapi produsen. Bagaimana dengan Indonesia? Nah kita harus membangun mental yang kalau melihat barang bukan kepingin beli, tetapi kepingin membuat, seperti yang dilakukan China, bahkan sampai meniru barang, dan selanjutnya dikembangkan,” jelasnya.
Baca Juga
Emil menceritakan, Jepang mulai memanfaatkan bonus demografi pada 1950 dengan salah satu produk otomotifnya seperti Toyota Kijang, kemudian China pada 1990 yang mulai banyak memproduksi barang manufaktur, serta Korea Selatan pada 1970 mulai memanfaatkan bonus demografinya di sektor otomotif, teknologi juga industri kreatif perfilman yang kini dikenal dengan drama korea, juga gadget Samsungnya.
“Nah inilah kita harus betul-betul bisa melihat pengalaman negara lain yang mengandalkan bonus demografi," ujarnya.
Dia menambahkan, Generasi Emas 2045 harus bisa menjawab dengan menjadi produsen dan konsumen dari ekonomi kreatif, dari karya yang dibuat dengan melampaui keterbatasan.
“Kalau di sektor perdagangan, lalu bukan barang sendiri yang dijual, maka kita akan dibanjiri impor, kita akan mengalami kebocoran perekonomian, dan kita tidak akan bisa menukar mata uang kita dengan mata uang asing karena tidak punya ekspor,” katanya.
Selain barang, kata Emil, sektor lain yang bisa dikembangkan adalah karya kreatif digital yang memiliki nilai tambah. Dia mencontohkan, sebuah lukisan dulu dibuat dengan kain kanvas, cat dan barang lainnya, tetapi melalui teknologi digital sudah bisa melukis sehingga menghasilkan produk digital.