Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Formasi Sebut Peredaran Rokok Ilegal Sasar Daerah Produsen

Ini sangat mengkhawatirkan. Rokok ilegal bahkan sudah berani diedarkan di daerah produsen rokok legal.
Rokok ilegal sitaan di Batu, Jawa Timur, Selasa (18/4)./Antara-Ari Bowo Sucipto
Rokok ilegal sitaan di Batu, Jawa Timur, Selasa (18/4)./Antara-Ari Bowo Sucipto

Bisnis.com, MALANG — Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengeluhkan peredaran rokok ilegal menyasar daerah produsen rokok legal seperti di Malang sehingga semakin mempersempit pasar.

Ketua Harian Formasi, Heri Susianto, mengatakan karyawannya sempat menemukan rokok ilegal dijual di daerah Pakis, Kab. Malang. Rokok tersebut dikemas dengan baik, namun bodong, tanpa ditempeli cukai, alias ilegal.

“Ini sangat mengkhawatirkan. Rokok ilegal bahkan sudah berani diedarkan di daerah produsen rokok legal,” katanya di Malang, Selasa (1/11/2022).

Praktik sebelumnya, rokok ilegal beredar di daerah-daerah luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Dengan beredarnya rokok ilegal di daerah produsen rokok legal, kata dia, mengindikasikan bahwa pelaku peredaran rokok ilegal semakin berani. Kenyataan itu juga dapat disimpulkan produksi dan peredaran rokok ilegal sangat banyak sehingga mencari pasar seluas-luasnya.

Rokok ilegal memperoleh pasar, kata dia, karena selisih harga dengan rokok legal terpaut jauh. Hal itu terjadi karena adanya penaikan cukai yang hampir dilakukan setiap tahun, juga kewajiban pajak dan pajak daerah.

Oleh karena itulah, dia mengingatkan, masalah peredaran rokok ilegal harus menjadi perhatian pemerintah, terutama Bea dan Cukai sehingga tidak semakin mempersempit pasar rokok legal. Apalagi pada 2023, ada wacana tarif cukai hasil rokok akan naik.

Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jatim II, Oentarto Wibowo, menegaskan instansinya sebenarnya telah gencar melakukan operasi penindakan peredaran rokok ilegal lewat Operasi Gempur Rokok Ilegal. Tahun ini, bahkan sudah memasuki periode II Operasi Gempur Rokok Ilegal.

Hasil penindakan operasi tersebut, dia meyakinkan, cukup signifikan. Selama tiga bulan Operasi Gempur Rokok Ilegal II sudah berhasil menyita 22 juta batang rokok ilegal, angka yang hampir sama dengan pencapaian pada periode semester I/2022.

Dalam operasi tersebut, kata dia, Kanwil Bea dan Cukai bekerja sama dengan aparat penegak hukum serta Pemda. Pemda dilibatkan karena 10 persen dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) untuk kegiatan penegakan hukum.

“Pemkab Malang termasuk aktif dalam operasi karena DBHCHT tinggi, yakni Rp82 miliar tahun ini,” ungkapnya.

Rokok ilegal yang berhasil disita, kata dia, 97 persen rokok polos sehingga semakin sulit ditelusuri pembuatnya. Rokok ilegal yang disita meningkat dari sisi kuantitas maupun kualitasnya.

Modus pengirimannya juga canggih, seperti lewat bus mewah, mobil mewah, kereta api, dan perusahaan jasa pengiriman barang. Oleh karena itulah, Bea dan Cukai mensosialisasikan agar perusahaan-perusahaan tersebut tidak menerima jasa pengiriman produk rokok ilegal.

Lewat operasi tersebut, menurut Oentarto, diharapkan memberikan ruang agak lega bagi pelaku produsen rokok legal untuk bernafas, mengembangkan pasar produk mereka. Selain penindakan, Bea dan Cukai juga melakukan tindakan preventif lewat kegiatan penyuluhan.

“Selain itu, untuk membantu pelaku produsen rokok legal, kami memberikan relaksasi pembayaran cukai dari dua bulan menjadi tiga bulan yang berlaku hingga akhir 2022,” ucapnya.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai semakin maraknya peredaran rokok ilegal menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai tanpa mempertimbangkan daya beli memberikan dampak pada gap harga rokok legal dan illegal semakin lebar. Celah inilah yang semakin menyuburkan peredaran rokok ilegal.

Hal ini membuktikan bahwa kenaikan cukai tidak linear dengan turunnya konsumsi rokok.

“Jika penindakan rokok ilegal tidak secara masif dan berkelanjutan, maka akan terus menggerus IHT dalam berkontribusi pada penerimaan negara dan penyedia lapangan kerja,” ucap Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu. (K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler