Bisnis.com, SURABAYA — Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur menyebut isu penaikkan cukai rokok akan berpotensi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 30 persen dari total karyawan.
Ketua Gapero Jatim Sulami Bahar mengatakan saat ini industri hasil tembakau terutama rokok kretek tangan sudah tidak mampu menanggung beban sehingga tidak ada pilihan lain selain pengurangan jam kerja hingga PHK.
“Mungkin di awal akan kita kurangi jam kerjanya, tapi kalau sudah benar-benar tidak sanggup ya ujungnya adalah PHK. Bahkan prediksi kami yang terkena PHK bisa sampai 30 persen,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (12/10/2022).
Dia mengatakan dengan kondisi saat ini, pengusaha ingin agar pemerintah tidak menaikkan tarif cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IA dan IB pada tahun depan, serta tidak ingin ada penggabungan volume produksi antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).
“Jika pemerintah ngotot dan tetap menaikkan cukai, ya pemerintah harus seimbang dengan memperhatikan industri hasil tembakau. Jika terpaksa naik harus moderat sekitar 6 - 7 persen, jangan sampai 12 persen seperti tahun ini yang berdampak pada penurunan produksi rokok golongan 1 sebesar 7 persen,” jelasnya.
Sulami yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Kadin Jatim itu menambahkan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat ke Gubernur Jatim, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Menteri Keuangan hingga Presiden Joko Widodo agar mau memperhatikan industri ini.
Baca Juga
“Kami juga sudah rapat dengan BKF dan Bea Cukai, semua sudah kami lakukan, tinggal hati nurai terketuk apa tidak," imbuhnya.
Ketua Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto menambahkan, penaikkan cukai hasil tembakau (CHT) juga berpotensi mengerek inflasi yang pada akhirnya berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
“Kami sudah bersurat ke Presiden minta agar tidak ada kenaikan untuk menjaga kestabilan ekonomi. Kami sangat berkepentingan karena Jatim adalah provinsi dengan produksi tembakau terbesar di Indonesia, tenaga kerja bidang pertembakauan juga jutaan orang mulai dari petani hingga karyawan industri,” ujarnya.
General Manager Research and Development PT Tri Sakti Purwosari Makmur (KTNG), Oloan Sianturi menambahkan, situasi industri hasil tembakau saat ini sudah sangat sulit dan tidak menguntungkan sebagai buntut dari pandemi Covid-19.
“Produksinya sudah turun 7 persen, ditambah ada kenaikan harga bahan baku yang tinggi seperti cengkih dan tembakau itu sendiri yang naik 15 - 20 persen karena faktor cuaca,” ujarnya.