Bisnis.com, MALANG — Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak menaikkan harga cukai hasil tembakau 2023 karena daya beli masyarakat lemah.
Wakil Ketua Umum DPP Akrindo, Anang Zunaedi, mengatakan sebelumnya penaikan tarif cukai dalam dua tahun terakhir secara beruntun terakhir membuat koperasi ritel dan pedagang ketar-ketir jika tahun depan tarif cukai naik. Mereka terkena dampak paling signifikan, bahkan sudah diambang banyak yang kolaps jika cukai dinaikkan pada 2023 karena daya beli masyarakat makin melemah.
"Kami sudah melayangkan surat ke Presiden Joko Widodo. Pemerintah seharusnya mengevaluasi kembali, sebab tahun 2022 masyarakat sudah mengalami banyak kenaikan mulai harga BBM, bahan pokok dan dampak kenaikan cukai rokok," katanya di Malang, Minggu (9/10/2022).
Akrindo berharap, Presiden Jokowi memberikan perhatian ke koperasi ritel dengan menetapkan kebijakan tidak menaikkan cukai 2023 dan menolak revisi Peraturan Pemerintah (RPP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau.
Selain itu, Akrindo meminta dukungan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) guna melindungi peritel karena peritel kecil dan UMKM juga memiliki hak hidup, sejahtera, perlindungan hukum dan kepastian kelangsungan usaha.
Anang menjelaskan pemaksaan kenaikan cukai rokok berimbas menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli. Di Kota Malang, sesuai rilis BPS, kenaikan inflasi September didorong kenaikan harga bensin, beras, solar, rokok keretek filter dan angkutan umum.
Baca Juga
Kenaikan harga rokok kretek filter seiring dengan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) secara bertahap pada 2022 sebesar 12 persen. Hal itu membuat berat keadaan masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi.
Kebijakan kenaikan cukai rokok, dia menilai, akan berdampak luas. Apalagi dunia kini dalam ancaman pelemahan ekonomi mengarah resesi global akan memukul pelaku usaha dalam negeri yang diperparah dengan semakin menurunnya daya beli.
"Harapan kami, pemerintah menahan diri sembari melihat proses pemulihan ekonomi dengan tidak menaikkan cukai rokok 2023," katanya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, menurut dia, dampak kenaikan cukai rokok otomatis menurunkan omzet peritel kecil. Hal itu membuat permintaan barang ke industri merosot yang berdampak pada kelangsungan usaha menjadi lesu.
"Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang tidak mempertinggi inflasi dan menurunkan daya beli. Kami berharap pemerintah menahan diri," ujarnya.
Kenaikan harga rokok memaksa pedagang menambah modal untuk bertahan hidup. Di Jatim, Akrindo membina 1.050 ritel kecil.
Kondisi mereka kesulitan modal imbas kenaikan harga terutama cukai rokok. Mereka yang kesulitan modal dan tidak mampu bertahan mengalami gulung tikar.
Di sisi lain, menambah modal itu cukup berat di tengah proses pemulihan ekonomi pascapandemi. Kondisi berat diperparah adanya ritel jaringan nasional merambah desa kian menggerus ritel kecil lokal.
"Ritel koperasi masih bisa eksis karena memiliki basis anggota. Yang ritel lokal kecil kolaps. Hasil survei, hadirnya ritel besar membuat 15-20 toko kelontong di sekitarnya radius 1 kilometer kolaps dan mati," ujarnya.
Evaluasi Akrindo terhadap koperasi di Banyuwangi, selama 2 tahun ini mengalami babak belur. NPL kredit perbankan dari anggota naik, usaha kuliner dan toko kelontong banyak yang kolaps. (K24)