Bisnis.com, SURABAYA - Tragedi yang menyisakan kepiluan di dunia sepak bola berulang. 57 tahun yang lalu, kerusuhan di Stadion Lima Peru, merenggut nyawa 328 orang.
Pemicunya agresivitas suporter, penanganan massa, yang bercampur kepanikan. Gerbang dan tangga stadion jadi tempat pendukung dan penonton klub bola kesayangan meregang nyawa.
Sejumlah kantor berita menggambarkan, pada 24 Mei 1965, Peru menjamu Argentina di Estadio Nacional di Lima. Pertandingan ini bagian dari kualifikasi Olimpiade Tokyo.
Dinamika pertandingan mengantarkan posisi Argentina memimpin skor 1-0 dari tuan rumah. Enam menit menjelang akhir, gol penyeimbang kedudukan oleh Peru dianulir wasit.
Suporter kecewa menyerbu lapangan. Polisi menembakkan gas air mata ke tribun, tujuannya mencegah pergerakan massa lebih banyak ke lapangan. Sementara di tribun, kumpulan orang panik menghindari dampak kepulan gas air mata.
Mereka berebut keluar dari pintu stadion yang masih terkunci. Orang terdepan di gerbang tak bisa kembali, sementara dorongan penonton dari belakang menguat. Pintu akhirnya jebol, dan penonton yang jatuh di lintasan itu terinjak, tak bisa bangun selamanya.
Baca Juga
Kekecewaan, kemarahan lantas merembet ke luar stadion. Ada penjarahan, pembakaran. Pengendalian kondisi di luar stadion dilaporkan juga merenggut sejumlah nyawa, empat orang dilaporkan tertembak peluru.
Kala itu, massa yang menonton pertandingan di Peru, Lima, sekitar 45.000 orang. Pengamanan melibatkan polisi dan anjing. Serupa dengan pengamanan di Stadion Kanjuruhan, saat laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022) malam.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menyebutkan penonton pertandingan lebih dari 40 orang. Pertandingan di home base Arema ini mulanya berjalan lancar, hingga ditutup dengan 3-2 dengan keunggulan Persebaya.
Setelah peluit panjang ditiup, ofisial dan pemain tuan rumah membuka komunikasi dengan penonton di salah satu sisi tribun. Komunikasi berjalan baik mulanya. Lantas ada kekecewaan dari pendukung, ada yang masuk lapangan, dan diikuti massa lainnya.
"Dari 40 ribu penonton, tidak semua anarkis. Hanya sebagian, sekitar 3.000 penonton turun ke lapangan," tutur Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, Minggu (2/10/2022).
Saat eskalasi meningkat, polisi dan petugas keamanan gabungan, termasuk unsur TNI, berusaha memecah konsentrasi massa. Menangkap beberapa suporter agresif. Termasuk melepaskan tembakan air mata. Tak terkecuali ke arah tribun.
Asap gas air mata mengepul. Sejumlah video beredar di sosial media merekam bagaimana Aremania (pendukung Arema FC) kocar-kacir setelahnya. Suporter berusaha menghindari sumber asap. Dan, tragedi berulang, suporter meregang nyawa akibat terinjak-injak saat mencari jalan keluar.
Nico menjelaskan 127 orang meninggal, sebanyak 34 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit.
Ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan, 10 di antaranya merupakan kendaraan Polri.
Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan saat kericuhan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022)./Antara-Ari Bowo Sucipto.
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), organisasi yang bertanggung jawab mengelola sepak bola asosiasi di Indonesia, mengucapkan belasungkawa atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
"Turut berduka cita atas kejadian yang menimpa pecinta sepak bola Tanah Air di Stadion Kanjuruhan, Malang."
"Semoga almarhum dan alamarhumah mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggal dapat diberi ketabahan," begitu tulis PSSI di akun sosial media resminya. Tak luput diikuti tanda pagar #KitaGaruda #MeraihImpian
Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dalam laman PSSI, Minggu (2/1/2022), mengatakan PSSI melarang Arema FC menjadi tuan rumah sampai Liga 1 Indonesia musim 2022-2023 ini selesai setelah kericuhan, Sabtu (1/10/2022).
"Tim Arema FC dilarang menjadi tuan rumah selama sisa kompetisi musim ini," ujar Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dalam laman PSSI, Minggu.
Iriawan mengatakan, PSSI menyesalkan peristiwa itu. PSSI sudah membentuk tim investigasi yang segera berangkat ke Malang untuk menemukan gambaran utuh mengenai kejadian tersebut.
Sementara warganet mengkhawatirkan saksi FIFA, Federasi Sepak Bola Internasional, termasuk kemungkinan larangan penyelenggaraan kompetisi sepak bola di Tanah Air akibat tata kelola risiko yang buruk. Termasuk dorongan evaluasi semua pihak terlibat, termasuk manajemen kompetisi dan pengamanan.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan harus ada pihak bertanggung jawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menewaskan 127 orang.
"Ini bukan lagi musibah, tapi tragedi. Harus ada yang bertanggung jawab," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta, Minggu.
Edwin mengatakan ratusan korban jiwa yang meninggal dunia usai pertandingan Arema FC berhadapan dengan Persebaya Surabaya tersebut bukan perkara statistik melainkan soal nyawa manusia.