Bisnis.com, SURABAYA - Nilai transaksi ekonomi dan keuangan digital diyakini bakal semakin meningkat salah satunya dari transaksi uang elektronik yang tahun ini diproyeksi meningkat 17 persen atau akan mencapai Rp357 triliun.
Indah Kurnia, Anggota DPR RI Komisi XI, mengatakan ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang pesat terutama dengan adanya pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk lebih cepat beradaptasi dengan digital.
“Kami mencatat transaksi ekonomi dan keuangan digital pada tahun lalu berkembang seiring dengan nilai transaksi uang elektronik yang mencapai Rp305,4 triliun atau meningkat 49,06 persen atau hampir 50 persen (yoy), dan tahun ini diproyeksi akan naik 17 persen,” ujarnya dalam virtual Seminar Digital Payment - Bank Indonesia Jatim, Jumat (25/2/2022).
Sedangkan nilai transaksi digital banking pada 2021 tercatat naik 45,64 persen (yoy) menjadi Rp39.841 triliun. Untuk tahun ini pun, transaksi digital banking diproyeksi akan tumbuh sebesar 24,83 persen. Pertumbuhan ini, kata Indah, seiring dengan gaya hidup masyarakat dalam berbelanja online. Berbeda dengan tren transaksi dengan uang tunai pada tahun lalu hanya mampu tumbuh 6 persen.
Dia mengatakan memang pergeseran transaksi dari tunai ke nontunai semakin bertransformasi, tetapi masih terdapat tantangan dalam pengelolaannya.
“Tentu tantangan kita adalah bagaimana mengelola segala sesuatu dengan memikirkan kenyamanan, keamanan dan produktivitas dari digital payment ini. Inklusi kita tumbuhnya cepat sekali, tetapi literasinya ini perlu dikawal berasama jangan sampai menyulitkan anak bangsa sendiri,” ujarnya.
Baca Juga
Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jatim, Budi Hanoto, juga mengatakan bahwa dampak pandemi memaksa pemerintah di berbagai belahan dunia harus melakukan pembatasan aktivitas yang berujung pada percepatan adopsi digital di berbagai aspek.
“Adanya pandemi ini membuat masyarakat berperilaku digital, tetapi masih ada tantangan digitalisasi di Indonesia yakni diperlukan aspek pendukung seperti integrasi ekonomi digital secara nasional, digitalisasi perbankan termasuk perlindungan konsumen,” katanya.
Untuk menjawab tantangan itu, kata Budi, Bank Indonesia sendiri mulai mereposisi diri atau mereposisi perannya untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dengan risiko.
Terdapat 5 inisiatif dalam menavigasi sistem pembayaran nasional ke depan di antaranya adalah open banking, sistem pembayaran ritel, struktur pasar keuangan, peraturan perizinan, dan pengawasan.
“Di pembayaran ritel, kita melakukan pengembangan BI Fast payment yang mengedepankan kepentingan nasional untuk menciptakan konsolidasi pembayaran yang lebih cepat, murah dan handal karena BI Fast ini transaksinya lewat ponsel, transfer antar bank hanya Rp2.500/transaksi, dan keamanannya terjaga,” jelasnya.
BI mencatat, porsi e-commerce dari total transaksi ritel semakin meningkat dari sebelumnya pada 2016 hanya sekitar 2 persen, kemudian di 2020 menjadi 20 persen. Nilai transaksi e-commerce pada 2021 pun juga tercapat mencapai Rp38 triliun dari 306 juta transaksi. Adapun jumlah pengguna digital payment di Indonesia mencapai 158,7 juta, dan jumlah orang yang telah berbelanja online mencapai 158,6 juta.
Menurut Budi, Indonesia memiliki potensi yang masih sangat besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan digital karena didukung oleh 204,7 juta pengguna internet dengan tingkat pentrasi internet mencapai 73,7 persen dari toal populasi.
“Indonesia menjadi negara yang memiliki potensi besar dalam mengoptimalkan potensi ekonomi dan keuangan digital menjadi new source of growth dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi,” imbuhnya.