Bisnis.com, SURABAYA — Organisasi Angkutan Darat (Organda) Khusus Tanjung Perak Surabaya menilai bahwa pemerintah perlu mengkaji kembali aturan soal penertiban truk bermuatan over dimension over load (ODOL) terutama dari sisi aturan ongkos angkut yang sangat murah.
Ketua Organda Khusus Tanjung Perak, Kody Lamahayu Fredy mengatakan pada dasarnya pengusaha truk mendukung penertiban truk ODOL demi kebaikan bersama. Hanya saja, penertiban ini seharusnya tidak menyasar pengusaha truk saja tetapi juga para pemilik barang.
“Jadi yang ditertibkan jangan pengusaha truk saja, karena mereka (pemilik barang) tidak akan mau membayar mahal ketika jumlah barangnya dipotong tentu ongkos akan naik 200 - 300 persen,” katanya kepada Bisnis, Jumat (18/2/2022).
Dia mencontohkan selama ini pemilik barang memiliki muatan barang hingga 30 ton, jika dipotong sesuai kapasitas angkutan, maka barang tersebut hanya tersisa 14 ton alias hanya 30 persen barang yang bisa diangkut.
Akibatnya ongkos angkut yang diterima pemilik truk akan anjlok, serta berdampak pada operasional truk apalagi jika truk tersebut masih dalam masa kredit.
“Tarif ongkos angkut kita sejak 1990 an masih sangat murah sampai saat ini hanya Rp500 - Rp600/ton/km. Sesuai PM No.60 Tahun 2019 bahwa tarif angkutan barang berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan, serta ditentukan oleh faktor berat/volume, jenis muatan serta waktu dan jarak,” ujarnya.
Baca Juga
Namun, lanjutnya, jika barang yang diangkut berkurang akan membuat ongkos angkut menjadi semakin rendah. Menurutnya, juga perlu ada kesadaran pemilik barang untuk memberikan tarif yang wajar.
“Sudah lama sekali ongkos angkut kita sangat rendah, seharusnya saat ini idealnya sudah menjadi Rp2.500/ton/km. Pemerintah jangan tutup mata mengenai ongkos angkuran barang, karena pengusaha truk tidak bisa meremajakan truk sehingga banyak truk tua di jalanan,” katanya.
Kody yang juga merupakan Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jatim itu menambahkan saat ini pengusaha truk masih tetap berjalan atau beroperasi seperti biasanya, sebab persaingan juga cukup ketat.
“Ketika kami mulai memotong muatan truk kami, maka relasi (pemilik barang) akan berpindah mencari yang lebih murah,” imbuhnya.
Dia menambahkan saat ini di Tanjung Perak Surabaya terdapat sebanyak 8.000 unit truk. Sedangkan yang beroperasi masih sekitar 50 persen karena dampak pandemi, serta momen awal tahun yang umumnya suplier barang atau investor belum bergerak cepat.