Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya menyebut adanya kebijakan relaksasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh pemerintah pusat nantinya tidak akan mengganggu desentralisasi daerah.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Surabaya, Musdiq Ali Suhud, mengatakan meski mendapat intervensi dari pemerintah pusat, tetapi pemda masih diberi pilihan penentuan penghitungan tarif PBB antara 20 - 100 persen sehingga daerah masih dapat menentukan tarif yang fleksibel.
“Artinya daerah masih bisa menentukan tarif yang fleksibel, sama, lebih kecil atau lebih besar dari tarif semula. Jadi hal ini tidak akan menggangu desentralisasi daerah,” katanya kepada Bisnis, Kamis (20/1/2022).
Dia mengatakan jika melihat data realisasi penerimaan PBB pada 2020 dan 2021, maka relaksasi tarif PBB tahun ini pun belum bisa diprediksi mengingat kondisi pandemi yang masih juga belum bisa diprediksi.
“Namun kami optimistis, adanya kebijakan itu masih tetap bisa menguntungkan daerah,” imbuhnya.
Adapun data Bapenda Kota Surabaya mencatat realisasi perolehan PBB pada 2020 tercatat mencapai Rp1,1 triliun. Kemudian pada 2021 meningkat tipis menjadi Rp1,2 triliun.
Baca Juga
Musdiq menambahkan untuk menerapkan aturan baru soal relaksasi PBB tersebut, Pemkot Surabaya akan merivisi Perda PBB No.10 Tahun 2010 terlebih dahulu dengan membuat kajian-kajian mengenai potensi pajak yang dikaitkan dengan analisa perkembangan dan pertumbuhan kota di masa mendatang guna mendapatkan tarif final formulasi pajak yang akan ditetapkan.
“Dalam kajian penentuan tarif final PBB, tentunya juga membuat simulasi penghitungan yang mempertimbangkan dampak positif bagi potensi penerimaan khusus dari beberapa sektor strategis termasuk yang berasal dari kawasan-kawasan industri,” imbuhnya.
Diketahui kebijakan relaksasi tersebut telah diakomodir dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah (HKPD) yang ditetapkan pada 5 Januari 2022.
Sebelumnya, tarif PBB adalah 0,1 - 0,3 persen dikalikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), sedangkan tarif dalam UU HKPD adalah 0,5 persen dikalikan 20 - 100 persen dari NJOP yang ditetapkan oleh daerah, dan pemda pun boleh menentukan tarif dari pengalian antara 20 - 100 persen yang berarti tarif PBB akan lebih rendah.