Bisnis.com, SURABAYA - Aparat Kepolisian Daerah Jawa Timur menangkap pria berinisial HF yang merupakan pelaku penendang sesajen Gunung Semeru, Lumayang di daerah Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (13/1/2022) malam.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan penangkapan tersebut dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Polres Lumajang, Dirkrimum Polda Jawa Timur dan dibantu oleh tim dari Dirkimum Polda DIY.
"Jadi saudara HF berhasil diamankan di daerah Bantul tadi malam sekitar pukul 22 30. Kemudian setelah dilakukan koordinasi kami bawa ke Polda Jawa Timur dan tadi pagi sekitar jam 4.30 sudah sampai di Polda Jatim," kata Kombes Gatot saat melakukan konfrensi pers di Mapolda Jatim, Jumat (14/1/2022).
Kombes Gatot menyatakan, Bantul, merupakan kediaman dari HF. Namun HF diamankan di jalan raya.
"Yang bersangkutan asal NTB tapi berdomisili di Yogyakarta karena keluarga di Yogyakarta," ujarnya.
Lebih lanjut, Kombes Gatot mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman terkait HF saat di Semeru bertindak sebagai relawan atau bukan.
Baca Juga
"Masih dalam pendalaman. Kami masih melakukan pemeriksaan," ujarnya.
Perwira dengan tiga melati emas itu menyebut setelah mendapat informasi adanya kejadian penendangan terhadap sesajen di Gunung Semeru, pihaknya langsung bergerak mencari pelaku.
"Pada saat kejadian itu pada hari Sabtu. Kemudian yang bersangkutan langsung kembali ke Yogyakarta," ujarnya.
Dalam perkembangan lain, kasus viral sesajen ditendang di Semeru dari sisi pendekatan komunikasi dakwah kurang tepat dan jauh dari sikap bijaksana, tidak mencerminkan kegiatan dakwah yang pernah dilakukan Wali Songo.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, Akhmad Muwafik Saleh, mengatakan dakwah Wali Songo lebih mengedepankan sikap toleransi atas keberagaman keyakinan masyarakat Jawa saat itu.
“Wali Songo saat itu tidak menyalahkan dan membumihanguskan keyakinan yang telah kokoh tumbuh di tengah masyarakat,” katanya, Kamis (13/1/2022).
Menurut dia, Wali Songo tidak melakukan akrobasi tendangan sesajen seperti yang viral saat ini.
Muwafik yang juga pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir Al Afkar ini tak membayangkan jika kemudian dulu Wali Songo juga membuang sesajen yang sudah menjadi kebiasaan atau budaya saat itu. Maka tentu yang muncul adalah penolakan terhadap agama Islam.
“Kalau seperti itu pasti ada resistensi dari masyarakat tidak hanya pada keberadaan para pendakwah tersebut bahkan terhadap agama Islam,” ucapnya.
Dia menilai jika ada kelompok masyarakat yang melakukan tindakan sosial yang dianggap menyalahi syariat Islam, maka hal itu adalah bagian dari sebuah proses budaya dan pemahaman nilai Islam yang belum final.
“Pada sisi inilah peran dakwah perlu dilakukan. Jangan petantang petenteng dalam melakukan dakwah Islam dengan mudah menyalahkan orang lain, membid'ahkan pemahaman yang berbeda bahkan mengkafirkan setiap yang berseberangan,” tuturnya.