Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peraturan Royalti Seniman, Pengusaha Surabaya Menilai Belum Punya Sistem Jelas

Pemerintah disarankan meninjau kembali kebijakan terkait royalti bagi seniman atas hak cipta lagu lantaran masih belum memiliki sistem yang jelas.
Ilustrasi. /PlazaIndonesia
Ilustrasi. /PlazaIndonesia

Bisnis.com, SURABAYA — Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum (Hiperhu) Surabaya mengusulkan agar pemerintah meninjau kembali kebijakan terkait royalti bagi seniman atas hak cipta lagu lantaran masih belum memiliki sistem yang jelas.

Ketua Hiperhu Surabaya, George Handiwiyanto mengatakan sebenarnya UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sudah ada sejak lama bahkan sudah berlaku, dan kini dikuatkan dengan adanya PP No.56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik.

“Selama ini sudah ada pungutan royati yang setiap tahun dibayar pengusaha tepat hiburan sampai ratusan juta, ada yang dibayar bertahap dan ada yang langsung bergantung kemampuan usaha tersebut,” katanya kepada Bisnis, Jumat (9/4/2021).

Hanya saja, lanjut George, pungutan royalti tersebut masih belum jelas pengelolaanya. Pahadal seharusnya royalti itu merupakan hak eksklusif musisi yang musik/lagunya digunakan.

“Misal lagunya Gombloh, ya royalti itu dikumpulkan untuk Gombloh. Jadi kelemahannya, pemerintah ini belum ada sistem yang memantau. Mereka kan gak tahu, lagunya Gombloh ini dinyanyikan berapa kali sehari, setahun berapa kali dan uangnya berapa, pokoknya bayar sekian,” ujarnya.

Dia berharap jika aturan royalti diterapkan harusnya ada sebuah sistem berbasis IT yang bisa memantau berapa frekuensi sebuah lagu/musik seorang musisi digunakan. Selain lebih adil, hal ini juga akan memacu seniman untuk lebih kreatif dan bangga.

“Saya berharap pemerintah ada sistem yang sudah pasti, musisinya pun bisa memantau lewat IT. Jadi akan bahaya kalau ada salah satu pencipta yang merasa lagunya menjadi populer, tapi pemerintah memungut duluan,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut George, aturan tersebut juga akan sulit diterapkan bagi usaha hiburan yang banyak menggunakan lagu-lagu barat. Pemerintah tidak bisa memungut karena tempat, apalagi tidak ada kerja sama dengan musisi luar negeri.

“Kalau kafe-kafe yang menyetel lagu barat, mereka jelas tidak mau dipungut. Nah inilah kelemahannya, dan dalam pembuatan aturan itu selama ini asosiasi tidak diajak biacara, tiba-tiba sudah ada drafnya,” imbuh George.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Peni Widarti
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper