Bisnis.com, MALANG — Harga cabai merah besar maupun rawit diperkirakan tetap tinggi sampai Lebaran.
Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Jatim Nanang Triatmoko mengatakan dari sisi luasan penanaman, sebenarnya tidak ada masalah. Di Jatim, penanaman cabai saat ini mencapai 1.500 hektare untuk cabai merah besar dan cabai rawit di tanam di luasan 2.000 hektare.
“Artinya luasannya sudah cukup besar. Namun memasuki musim penghujan, justru bermasalah dari sisi produksi karena cabai banyak yang rusak,” katanya dihubungi dari Malang, Jumat (5/3/2021).
Karena volume hujan yang tinggi, kata dia, kerusakan cabai di sawah mencapai 50 persen, baik busuk maupun tanaman mati karena berkembangnya jamur yang menyebabkan penyakit cacar.
“Pada saat pengiriman, masih terjadi penyusutan karena cabai bisa busuk karena terkena air hujan. Penyusutannya bisa mencapai 15 persen-20 persen,” katanya.
Oleh karena itulah, harga cabai trennya terus menaik sejak memasuki musim penghujan pada November 2020. Saat itu, cabai rawit sudah mencapai Rp30.000-Rp40.000/kg di tingkat petani.
Baca Juga
Dalam sepekan terakhir, harga cabai merah besar sudah mencapai Rp25.000/kg, sedangkan cabai rawit menyentuh Rp95.000/kg di tingkat petani.
Di pasar-pasar tradisional Kota Malang, sesuai pemantauan Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok di Jawa Timur, rerata harga cabai merah besar mencapai Rp38.000/kg, sedangkan harga cabai rawit menyentuh Rp98.400/kg.
Dia memperkirakan, harga cabai tetap bertahan tinggi sampai Lebaran. Jika mempertimbangkan faktor cuaca, pada April memang diperkirakan curah hujan sudah berkurang karena memasuki musim kemarau.
Namun pada April justru memasuki Ramadan dan Mei memasuki Lebaran. Pada momentum itu, kebutuhan masyarakat terhadap cabai cukup tinggi sehingga otomatis akan mendongkrak harganya.
Karena itulah, dia memperkirakan, harga cabai tetap bertahan tinggi sampai Lebaran. Setelah Lebaran, harga cabai berangsur turun meski pada bulan itu biasanya banyak ada kegiatan pernikahan.
“Tapi kegiatan pernikahan pada masa pandemi tentu tidak bisa digelar besar-besaran. Karena itulah, permintaan cabai tentu tidak terlalu signifikan kenaikannya,” ucapnya.
Dia meyakinkan, dengan harga yang relatif tingi, petani sebenarnya tidak untung. Hal itu terjadi karena kerusakan cabai cukup besar, yakni bisa mencapai 70 persen..
Dengan kerusakan sebesar itu, kenaikan harga tidak mampu menutup kerugian karena kerusakan cabai. “Sebenarnya kenaikan harga bisa lebih tinggi jika tidak memasuki musim pandemi karena permintaan pasar lebih tinggi,” katanya.
Meski ada kenaikan harga, Nanang berharap, pemerintah tidak menerapkan kebijakan impor cabai karena hal itu akan mematikan usaha pertanian pada komoditas tersebut.
“Petani saat ini sangat antusias menanam cabai. Jangan dirusak dengan kebijakan impor,” ucapnya.(K24)