Bisnis.com, SURABAYA - Provinsi Jawa Timur dinilai memiliki potensi yang besar untuk pengembangan industri pengolahan limbah B3 (bahan berbahaya beracun) mengingat jumlah industri di Jatim sangat banyak.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Investasi, Turino Junaidi mengatakan jumlah industri di Jatim yang berpotensi sebagai penghasil limbah B3 mencapai 6.175 perusahaan. Hanya saja, tingkat investasi untuk industri bidang pengolahan limbah masih sangat kecil.
“Padahal keberadaan industri pengolahan limbah B3 ini menjadi penting dan perlu mendapat dukungan, selain untuk menjaga lingkungan tetap baik tetapi juga untuk meningkatkan kinerja investasi,” jelasnya, Selasa (10/11/2020).
Dia mengatakan pengusaha berharap dengan adanya UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah bisa mendorong pertumbuhan industri di sektor pengolahan limbah ini, utamanya karena dalam undang-undang tersebut memberikan dukungan bagi investor melalui kemudahan dan percepatan perizinan usaha.
“Dukungan dari pihak kepolisian juga dibutuhkan agar seirama dengan pemerintah pusat dalam menjaga iklim Investasi, misalnya tidak mempermasalahkan perizinan bagi usaha mikro kecil dan menengah, apalagi dalam UU Pusat Penelitian Lingkungan Hidup menyebutkan UMKM harus dibantu Amdal dan UPL/UKL,” imbuhnya.
Turino menyebutkan bahwa dari ribuan perusahaan di Jatim, ada sebanyak 5 industri yang menjadi penghasil limbah B3 terbesar.
Di antaranya, industri kimia dengan volume sebesar 2,765 juta ton per tahun atau sekitar 52,2 persen, industri logam 1,149 juta ton per tahun atau sekitar 22 persen, industri kertas sebesar 698,98 ribu ton per tahun atau 13 persen, industri pembangkit listrik 290,42 ribu ton per tahun atau 6 persen dan industri gula sebesar 157,418 ton per tahun.
Direktur LSP Lingkungan Hidup, Diah Susilowati menjelaskan meningkatnya pembangunan industri secara global telah berdampak negatif pada pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan melalui hadirnya limbah pabrik.
“Penggunaan dan pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai ketentuan/peraturan, cenderung meningkat, ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dunia usaha dalam pengelolaan limbah, dan pentingnya izin limbah B3,” ujarnya.
Kondisi tersebut pun, lanjut Diah, berimbas pada masih minimnya perusahaan yang mengajukan permohonan izin penghasil/pengelolaan limbah B3.