Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pesantren di Jawa Timur didorong untuk mengambil peluang usaha di sektor industri halal food yang masih terbuka lebar sejalan dengan keinginan Jatim menuju regional ekonomi syariah terbesar di Indonesia.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak menjelaskan Indonesia saat ini masih berada di urutan ke 10 dalam Global Islamic Economy 2018. Dalam kategori halal fesyen, Indonesia sudah masuk urutan ke 2 setelah UEA, pada kategori halal travel urutan ke-4 setelah Turki, dan halal finance urutan ke-10.
“Untuk halal food, Indonesia belum masuk 10 top halal food dunia, tapi justru Vietnam dan Thailand yang sudah masuk halal food. Nah ini bagaimana militansi santri kita didorong untuk masuk ke market halal food,” katanya dalam seminar Fesyar 2020 virtual, Rabu (7/10/2020).
Emil meyakini peran pesantren dalam mendorong perekonomian regional bisa masuk melalui peluang bisnis industri halal, dengan mengintegrasikan sektor keuangan syariah dengan sektor riil berbasis ekonomi rakyat.
“Jadi dalam prinsip syariah ada kebersamaan antara pemilik modal dan penerima dalam pengelolaan bisnis,” katanya.
Dia memaparkan di Jatim saat ini tercatat ada 4.718 pondok pesantren dengan total 928.000 santri, yang sebanyak 293.000 santri tidak bermukim atau tidak sedang dalam pondok di saat pandemi, dan sisanya bermukim.
“Hampir 1 juta santri ini jadi pilar untuk mencetak SDM yang mencerminkan nilai-nilai syariah. Untuk itu lembaga pesantren ini perlu diperkuat, terutama literasi keuangannya termasuk keuangan syariah,” jelasnya.
Emil menambahkan, Pemprov Jatim sendiri memiliki sejumlah program untuk mendorong peran santri terhadap ekonomi, termasuk dari sisi pendidikan keagamaan. Tahun ini, Jatim mengalokasikan 11.000 tunjungan kehormatan untuk Imam masjid, dan 4.000 program One Pesantren One Product (OPOP).
Adapun strategi yang dilakukan Jatim dalam mendorong peran pesantren ini adalah melalui Santripreneur yakni pemberdayaan santri untuk menumbuhkan keterampilan menghasilkan produk unik sesuai syariah dan berorientasi pada kemanfaatan dan keuntungan.
Pesantrenpreneur yakni pemberdayaan ekonomi pesantren melalui Koperasi Ponpes untuk menghasilkan produk halal unggulan yang mampu diterima pasar lokal, nasional dan internasional.
Serta, Sociopreneur yakni pemberdayaan alumni pesantren yang disinergikan dengan masyarakat karena dianggap memiliki jaringan yang lebih luas ketika sudah menjadi alumni.
“Dalam pesantrenprenur, ada penguatan kualitas kelembagaan koperasinya baik akses pembiayaan perbankan, non perbankan, dan hibah, serta fasilitas promosi produk secara offline dan online,” imbuhnya.