Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Evaluasi PSBB Surabaya, Marinir Bakal Dilibatkan Tertibkan Warga

Pemerintah bakal melibatkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) 2 untuk menyukseskan penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Prajurit Satuan Tugas Marinir Ambalat XIX tiba di Bhumi Marinir Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/1)./Antara-Umarul Faruq
Prajurit Satuan Tugas Marinir Ambalat XIX tiba di Bhumi Marinir Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (11/1)./Antara-Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bakal melibatkan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) 2 untuk menyukseskan penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan di Pulau Jawa sendiri jumlah kasus berada pada posisi 70 persen nasional untuk kasus positif terkonfirmasi.

"Khususnya Jawa Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Perlunya unsur Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan) 2 diperbantukan untuk membantu pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk menata kembali sehingga upaya gugus tugas provinsi bisa mendapatkan dukungan penuh dari unsur TNI dan juga Polri di daerah," kata Doni, Senin (11/5/2020).

Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya, mengalami peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 meski sudah menerapkan PSBB sejak 28 April 2020. Sebelum PSBB terhitung dari 20 - 27 April, jumlah kasus di Surabaya tercatat sebanyak 74 kasus namun saat pelaksanaan PSBB dari 28 April - 7 Mei, Surabaya mengalami penambahan sebanyak 218 kasus.

"Kogapwilhan 2 ini tentunya diharapkan bisa memanfaatkan unsur-unsur TNI yang ada di Jawa Timur khususnya jajaran dari Korps Marinir sehingga diharapkan kehadiran unsur marinir di tengah masyarakat bisa mengajak masyarakat dan tidak perlu sampai ada langkah-langkah penegakan hukum yang berlebihan," tambah Doni.

Hingga Minggu (11/5/2020) jumlah terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia mencapai 14.032 orang dengan 2.698 orang dinyatakan sembuh dan 973 orang meninggal dunia dengan jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 30.317 orang dan orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 248.690 orang dengan total spesimen yang diuji sebanyak 158.273.

Kasus positif Covid-19 ini sudah menyebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia dengan daerah terbanyak positif yaitu DKI Jakarta (5.190), Jawa Timur (1.502), Jawa Barat (1.437), Jawa Tengah (978), Sulawesi Selatan (722), Banten (533), Nusa Tenggara Barat (330), Bali (331), Papua (308), Sumatera Barat (299), Sumatera Selatan (278), Kalimantan Selatan (263).

Diberitakan sebelumnya, kepatuhan warga terhadap PSBB tahap pertama (27 April-11 Mei) itu sekitar 60 persen, sedangkan yang tidak patuh sekitar 40 persen. Adapun penduduk di Surabaya berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) 3,15 juta orang (per 2019.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto mengatakan dalam PSBB tahap kedua ini pihaknya bakal lebih tegas melakukan penegakan hukum.

Adapun akademisi menyarankan penegak hukum sebaiknya tidak menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam menangani pelanggaran atau permasalahan yang berkaitan dengan Covid-19, kata pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho.

"Jika ada pelanggaran terhadap kekarantinaan kesehatan, penegak hukum seyogianya memakai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam memberikan sanksi," kata Prof. Hibnu Nugroho di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (11/5/2020).

Bahkan, kata dia, sanksi yang diberikan kepada pelanggar kekarantinaan kesehatan jangan berupa hukuman badan, cukup dengan hukuman denda.

Menurut dia, sanksi berupa denda yang mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan juga dapat diterapkan kepada pasien dalam pengawasan (PDP) yang kabur dari tempat karantina.

"Apalagi, kalau yang kabur itu diketahui positif COVID-19, harus mendapatkan sanksi. Akan tetapi, jangan hukuman badan, cukup denda saja, dan jangan pakai KUHP. Kalau perlu, bisa menggunakan hukuman alternatif yang mendidik," katanya menegaskan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper