Bisnis.com, SURABAYA - Komoditas perhiasan permata asal Jawa Timur kembali menjadi penyumbang terbesar ekspor Jatim pada Januari 2020 yang mencapai 23,08 persen atau setara US$186,79 juta.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan tren kinerja ekspor Jatim mengalami pertumbuhan 4,24 persen yakni dari US$1,725 miliar pada Desember 2019 menjadi US$1,798 miliar pada Januari 2020.
"Dari total kinerja ekspor itu, kontribusi non migas mencapai 98,11 persen, sisanya adalah migas," ujarnya, Senin (17/2/2020).
Dia menjelaskan ekspor non migas paling besar disumbang oleh komoditas hasil industri pengolahan yang mencapai US$1,62 miliar yang naik 8,54 persen (month to month), disusul produk pertanian US$131 juta yang turun 12,7 persen(m to m), dan sisanya produk pertambangan US$5,84 juta yang naik 32,79 persen (m to m)
"Secara detail komoditas penyumbang ekspor non migas kita yang terbesar adalah perhiasan permata, lalu tembaga US$18,7 juta dan kayu atau barang dari kayu US$114 juta," katanya.
Dia menambahkan, perhiasan permata ini paling banyak diekspor ke Singapura dengan nilainya mencapai US$127,26 juta, sedangkan produk tembaga kebanyakan diekspor ke China dan kayu atau barang dari kayu kebanyakan dikirim ke Jepang.
Baca Juga
"Secara total, pangsa ekspor non migas kita paling besar ke negara-negara Asean dengan kontribusinya 21,19 persen, disusul Jepang 15,63 persen, Amerika Serikat 12,48 persen, China 11,99 persen, dan Uni Eropa 7,67 persen," imbuhnya.
Adapun sejumlah negara yang mengalami penurunan ekspor barang dari Jatim pada Januari 2020 dibandingkan Desember 2019 yakni Malaysia -16,98 persen, Vietnam -38,11 persen, Uni Eropa -3,96 persen, AS -5,13 persen, China -21,06 persen, Korea Selatan -37,69 persen dan Australia -0,64 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jatim, Difi Ahmad Johansyah mengatakan tahun ini bakal ada momentum perbaikan ekspor menyusul adanya prediksi dari International Monetery Fund (IMF) bahwa ekonomi perdagangan dunia juga akan membaik.
"Ekspor impor kita tahun lalu memang sempat terkontraksi, tapi kalau melihat kecenderunganya akan semakin mengecil kondisinya. Juga ada momentum perbaikan ekspor pada 2020 karena ada optimisme IMF bahwa ekonomi dunia akan baik 2020, dan ini dibaca oleh pelaku pasar untuk meningkatkan ekspornya," ujarnya.