Bisnis.com, SURABAYA - Kalangan pengusaha travel menilai wisata religi ziarah Wali Songo dan perjalanan haji & umroh memiliki potensi pasar yang besar di Jawa Timur.
Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Jawa Timur, Arifudinsyah mengatakan rerata pergerakan wisatawan domestik yang melakukan kunjungan ziarah ke makam Wali Songo mencapai 45 juta wisatawan per tahun.
"Jumlah pergerakan wisatawan ke Wali Songo tersebut meningkat rata-rata 5%- 10% per tahun. Bahkan saat kondisi ekonomi kurang baik, destinasi wisata ziarah ini paling stabil di antara yang lainnya," ujarnya seusai penandatanganan Memorandum of Agreement antara Asuransi Buana Independent - Tune Protect dan Asita, Senin (25/2/2019).
Khusus di Jatim, perjalanan umrah dan haji banyak diminati masyarakat lantaran penduduk muslim di Jatim yang sangat besar dan basis pesantren yang cukup banyak.
Dia menambahkan, selain wisata ziarah Wali Songo, destinasi wisata yang masih unggul di mata internasional adalah Gunung Bromo. Meski sempat dinyatakan berstatus waspada, tapi minat wisatawan untuk datang berkunjung tetap tinggi.
"Dari destinasi Bromo ini terlihat ada pergerakan wisatawan internasional di Jatim rata-rata sekitar 500.000 wisatawan per tahun," imbuhnya.
Arif menambahkan, meski terdapat potensi yang besar, tetapi industri pariwisata daerah masih perlu dukungan penerintah. Sebagai contoh, adanya kenaikan harga tiket pesawat domestik akan membuat tingkat kunjungan wisata menurun.
Menurutnya, masyarakat akhirnya lebih senang bepergian ke luar negeri yang menawarkan harga tiket lebih murah. Dampak panjangnya adalah, pariwisata lokal akan sepi dan sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga akan terkena imbas.
"Kalau sebagai travel agen sih senang saja, kami ambil hikmah dari adanya kenaikan harga tiket domestik, dan kami bisa menjual yang ke luar negeri juga menguntungkan. Hanya saja ke depan bagi dunia pariwisata tidak bagus," jelasnya.
Selain masalah transportasi, diperlukan dukungan infrastruktur yang memadai agar sebuah destinasi wisata lokal bisa dijangkau wisatawan.
"Belum lagi soal kultur, kalau di Jatim orang pakai pendek sedikit haram. Nah ini memang harus pelan-pelan," imbuhnya.