Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia menilai produktivitas dan ketersediaan lahan baru adalah kunci utama kemandirian garam nasional.
Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk, mengatakan kendala yang dihadapi Tanah Air mengenai kekurangan pasokan garam industri dan konsumsi disebabkan oleh produktivitas pabrik dan petani masih terbilang rendah. Rerata produksi nasional hanya mencapai sekitar 1,7—2 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan nasional mencapai 4,2 juta ton per tahun yang didominasi oleh garam industri.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan luas lahan yang dimiliki oleh petani garam mencapai 24.000 –25.000 hektare (ha), sedangkan PT Garam memiliki hanya 5.340 ha lahan. Produktivitas PT Garam diperkirakan berada pada kisaran 80—100 ton per ha, sedangkan petani garam hanya bisa menghasilkan 60—80 ton per ha.
"Sebenarnya jika PT Garam bisa menggadeng sebagian besar petani garam ini bisa meningkatkan produksi nasional," kata Tony kepada Bisnis, Rabu (22/11/2017).
Kendati demikian, Dia menjelaskan jika bekerja sama dengan petani garam bukan hal mudah. Petani garam memiliki lahan seluas 25.000 ha yang tidak terintegrasi di beberapa tempat namun di seluruh Indonesia. Selain itu, setiap petani hanya memiliki lahan sekitar 2 ha sehingga industri akan kesulitan untuk mencapai kesepakatan dengan seluruh petani.
"Tidak hanya terpisah-pisah namun produktivitas petani tidak sama, bahkan kualitas garam mereka pun berbeda-beda," imbuhnya.
Lebih lanjut, Tony mengatakan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah kekurangan pasokan garam industri dan konsumsi ini melalui pembukaan lahan baru. Lahan baru tersebut nantinya dapat dikelola oleh perusahaan berskala besar yang memiliki kemampuan produksi yang besar.