Bisnis.com, JAKARTA--Emiten perkebunan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk., (ANJT) menargetkan dua pabrik di Papua Barat dan Jawa Timur dengan total investasi senilai US$29,4 juta dapat rampung pada tahun depan.
Direktur Keuangan ANJT Lucas Kurniawan menyampaikan, manajemen akan merampungkan pengembangan dua pabrik senilai US$29,4 juta. Pabrik pertama merupakan fasilitas pengolahan minyak kelapa sawit (CPO), minyak kernel sawit (PKO), dan sagu di Papua Barat yang menelan investasi sekitar US$23 juta.
Pembangunan pabrik berkapasitas 90 ton per jam itu sudah dimulai sejak September 2017. Diharapkan fasilitas pengolahan CPO dan PKO tersebut dapat rampung pada kuartal III/2019 untuk memproses produksi tandan buah segar (TBS) perdana milik perusahaan di Papua.
Adapun pabrik kedua merupakan pengolahan edamame di Jawa Timur yang menyerap investasi senilai US$6,4 juta. Fasilitas ini dibangun mulai Oktober 2017, dan diharapkan dapat melakukan ekspor perdana edamame beku pada paruh pertama 2019 setelah mendapat sertifikasi keamanan pangan.
"Tahun depan kami prioritaskan menyelesaikan pabrik di Papua Barat dan Jawa Timur. Nilai investasinya masing-masing US$23 juta dan US$6,4 juta," tuturnya di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Meski pembangunan pabriknya baru dimulai pada September 2017, serapan belanja modal perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit dan sagu di Papua Barat sudah cukup tinggi. Per Agustus 2017, lebih dari 60% anggaran digunakan dalam pengembangan perkebunan di Papua Barat dan peremajaan kebun di Pulau Belitung.
Pada kuartal IV/2017, penyerapan capex diperkirakan semakin meningkat seiring dengan pembangunan kedua pabrik. Selain itu, volume pengolahan kian bertumbuh akibat penambahan pasokan baru produk kelapa sawit.
Sampai akhir tahun ini, perusahaan menargetkan penambahan produksi TBS menjadi 738.000 ton, CPO 211.000 ton, dan PK 31.874 ton. Jumlah tersebut meningkat dari realisasi per September 2017 masing-masing sejumlah 515.263 ton, 149.672 ton, dan 30.421 ton.
Presiden Direktur ANJT Istini Sidharta menyampaikan, peningkatan pasokan produk kelapa sawit sangat didukung oleh kondisi cuaca. Pada 2016, efek cuaca kering akibat El Nino kian mereda, dan semakin kondusif pada tahun ini.
Pundi-pundi perusahaan semakin menebal ketika harga minyak kelapa sawit global terangkat. Average Selling Price (ASP) CPO perusahaan per September 2017 mencapai US$617 per ton, naik 6,75% year on year (yoy) dari sebelumnya US$578 per ton.
"Padahal cash cost CPO setiap unit usaha kami di Belitung, Sumatera Utara, dan Kalimantan ada yang di bawah US$350 per ton, bahkan US$300 per ton. Namun, kalau di Papua Barat nantinya tentu ongkos akan lebih tinggi," paparnya.
Dia menjelaskan, saat ini perusahaan memiliki 4 lini usaha, yakni penjualan produk kelapa sawit, sagu, edamame, dan pengembangan energi terbarukan. Namun, kontribusi pendapatan dari segmen sawit masih mendominasi sekitar 97%. Pasalnya, sambung Istini, lini usaha lain hanya bersifat komplementer.
Terkait target penjualan pada tahun depan, dia memperkirakan dengan kondisi cuaca dan industri sawit yang kondusif, setidaknya perusahaan dapat memasarkan CPO sejumlah 200.000 ton. Akan tetapi, perhitungan target pendapatan masih disesuaikan karena pada 2017 ANJT banyak mendapatkan pemasukkan extra ordinary.
Pada Maret 2017, perseroan menjual 10,87% kepemilikan di PT Agro Muko seharga US$44,3 juta dan mengakui laba atas penjualan investasi sebesar US$39,4 juta. Selanjutnya pada September 2017, ANJT menjual seluruh kepemilikan sebesar 99,99% di PT Darajat Geothermal Indonesia ke Star Energy Geothermal BV dan PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) seharga US$30,1 juta.
Dalam waktu yang sama, ANJT melepas 5% kepemilikan di PT Star Energy Geothermal Suoh Sekincau ke BRPT seharga US$325.000. Dari kedua transaksi yang melibatkan BRPT tersebut, perusahaan mengantongi laba atas penjualan investasi senilai US$22,5 juta.
Peningkatan produksi dan pelepasan saham membuat ANJT pada 9 bulan pertama 2017 membukukan pendapatan Rp14,72 trilun (US$109,1 juta), naik 19,93% yoy dari sebelumnya Rp12,29 triliun (US$90,97 juta), atau kedua tertinggi di antara emiten kebun lainnya. Adapun laba bersih melonjak 525,55% yoy menjadi US$39,91 juta (Rp539,2 miliar) dari sebelumnya US$6,38 juta (Rp86,21 miliar).