Bisnis.com, SURABAYA – Dua bulan menjelang berakhirnya tahun ini, produksi garam Provinsi Jawa Timur tercatat masih rendah. Hingga akhir September 2017, Dinas Perindustrian dan Perdagangan mencatat produksi garam baru mencapai sekitar 384.000 ton.
Angka itu jauh dari rata-rata produksi tahunan Jatim sebelumnya yang mencapai 1,2 juta ton. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Moch. Ardi Prasetiawan menyebut pihaknya mengkhawatirkan harga garam yang masih tinggi dapat mengerek inflasi provinsi paling ujung Jawa tersebut.
“Sampai sekarang harga bahan pangan selalu normal, tidak ada masalah apa-apa. Cuma harga yang paling tinggi sampai sekarang itu garam. Garam halus masih Rp8.000 [per kilogram], biasanya Rp1.300,” jelas Ardi pada Bisnis akhir pekan lalu.
Berdasarkan data yang dihimpun Disperindag, harga garam blok juga masi tinggi yaitu Rp1.300 atau lebih dari dua kali lipat harga normal. Harga garam tidak kunjung turun meski Jatim juga memperoleh jatah dari garam yang diimpor PT Garam belum lama ini.
PT Garam merealisasikan izin impor garam sebanyak 75.000 ton dan Jatim mendapatkan jatah 13.000 ton. Ardi menyebut pemerintah menyalurkan garam tersebut terutama pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang selama ini terpukul kelangkaan garam.
Ardi menjelaskan garam sebanyak 384.000 ton tersebut didapat dari produksi PT Garam dan para petani garam rakyat. Produksi Jatim memang rendah sejak awal tahun karena cuaca buruk. Penurunan produksi terjadi di seluruh sentra garam.
“Kita diberi jatah 13.000 ton dari garam impor yang masuk, tapi IKM juga baru menyerap sekitar 6.300 ton. Serapan IKM masih di sekitar itu karena mereka juga mencari-cari sumber dari garam rakyat,” jelas Ardi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat dalam tiga bulan terakhir komoditas garam memang masuk ke dalam sepuluh infloator utama inflasi di setiap kabupaten/kota yang dipantau BPS. Kendati demikian, pada September lalu, hanya Kediri yang harga garamnya terpantau masih menjadi penyebab inflasi.
“Kenaikan harga garam merata terjadi di beberapa daerah seperti di Malang, Probolinggo, Sumenep, Madiun, dan Kota Surabaya. Baik garam bata maupun garam hancur, harganya masih tinggi,” jelas Kepala BPS Jatim Teguh Pramono belum lama ini.
Berdasarkan catatan Pemprov Jatim, produksi garam di Provinsi Jatim terdapat di beberapa kab/kota seperti Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kab. Pasuruan, Kota Pasuruan dan Kab. Gresik. Serta Kab. Probolinggo, Kab. Sidoarjo, Kota Surabaya dan 4 kabupaten di Pulau Madura.
Luas lahan garam di 12 kab/kota tersebut sekitar 11.593,60 hektare. Adapun, produksi garam di Jatim pada Tahun 2015 mencapai 1.603.909,44 ton dan tahun 2016 mencapai 1.238.735,9 ton.
Dengan kebutuhan rata-rata garam Jatim sebesar 150.000 ton per tahun, provinsi ini ‘mengekspor’ lebih dari 90% produksi garamnya. Dengan defisitnya produksi garam Jatim pada tahun ini, provinsi lain pun terkena imbas.