Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gadget Dapat Memicu Ide Bunuh Diri? Begini Penjelasan Psikolog

Psikolog jelaskan perkara gadget dapat memicu bunuh diri berikut ini
Psikolog sekaligus Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),
Psikolog sekaligus Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM),

Bisnis.com, MALANG—Muncul isu bahwa penggunaan gadget yang berlebihan bisa  memicu keinginan untuk melakukan bunuh diri? Benarkah?. 

Psikolog sekaligus Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ibnu Sutoko, menegaskan hubungan antara keduanya tidak bersifat secara langsung, tetapi melalui proses yang kompleks dan berlapis.

“Kalau kita berbicara keterkaitannya, itu memang tidak bisa langsung terkait. Pasti ada hal yang membuat antara kedua hal tersebut itu sendiri berkaitan,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).

Menurutnya, gadget bisa menjadi stimulan yang memunculkan reaksi emosional pada individu, terutama melalui konten-konten yang dikonsumsi. Konten yang menampilkan kehidupan ideal, seperti keluarga harmonis atau pencapaian tertentu, dapat memperparah konflik internal seseorang yang sedang mengalami masalah berat.

“Misalnya ketika orang memiliki masalah yang berat. Kemudian ketika dia menggunakan gadget yang menampilkan kondisi keluarga cemara, keluarga yang harmonis yang tidak dia dapatkan, maka itu memunculkan konflik secara internal,” ujarnya.

Ibnu menambahkan, individu yang memiliki kecenderungan bunuh diri umumnya sedang mencari pembenaran rasional terhadap kondisinya. Akibatnya, algoritma media sosial justru akan terus menampilkan konten yang relevan, memperparah kondisi psikologis pengguna.

“Saya beberapa waktu lalu membaca sebuah penelitian bahwa paparan screen time itu berpengaruh pada perilaku ide bunuh diri. Paparan lebih dari delapan jam sehari, terutama untuk media sosial, sangat berisiko,” jelasnya. 

Namun, dia menegaskan bahwa secara klinis, kecanduan penggunaan gadget belum dikategorikan sebagai gangguan psikologis, tetapi sudah masuk kedalam kondisi yang memerlukan perhatian serius. 

Menurutnya, ide bunuh diri sangat bervariasi tergantung usia. Remaja, misalnya, rentan karena sedang mencari jati diri. 

Dewasa awal menghadapi tekanan membangun relasi, dewasa pertengahan terbebani oleh pekerjaan dan hubungan asmara, sementara lansia bergulat dengan kesepian dan menurunnya produktivitas. 

Apabila individu tidak mampu memenuhi kebutuhan pada setiap fasenya, maka rentan untuk stres yang nantinya memunculkan ide bunuh diri.

Adapun faktor yang menurutnya menjadi hal yang utama memunculkan ide bunuh diri adalah adanya tumpukan emosi yang terus tertimbun, yang lambat laun meledak. ”Itu disebabkan karena ada masalah yang tidak terselesaikan,” ucapnya.

Terkait meningkatnya kasus bunuh diri, Ibnu menyebut fenomena ini sebenarnya sudah terjadi sejak dulu. Namun, perkembangan teknologi dan keterbukaan media membuat kasus-kasus tersebut kini lebih terlihat. 

“Kalau kita kaitkan dengan teknologi atau penggunaan gadget, itu sangat memudahkan seseorang dalam mengakses hal apapun. Bahkan sampai ada yang kalah judi online hingga miliaran. Akhirnya memilih mengakhiri hidup karena tidak punya pekerjaan untuk mengganti hutang tersebut,” katanya.

Dia juga menyoroti efek dari pemberitaan kasus bunuh diri. Menurutnya, informasi tentang metode bunuh diri bisa menstimulasi individu lain yang sedang mengalami krisis. 

Seseorang yang bingung memilih cara untuk mengakhiri hidup, bisa terdorong untuk meniru kasus yang diberitakan. Sebagai langkah pencegahan, Ibnu menekankan pentingnya kesadaran diri dan keterbukaan untuk mencari pertolongan profesional. 

“Ketika tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri, jangan merasa egois atau keras kepala. Kita harus sadar bahwa itu masalah dan harus diselesaikan,” ujarnya.

Dia juga menegaskan pentingnya peran orang di sekitar. Perubahan perilaku, seperti menarik diri atau tiba-tiba menghilang dari lingkungan sosial, harus menjadi perhatian. 

Ibnu menyarankan individu yang mengalami gejala ide bunuh diri untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas jaringan sosial. Ia juga mengajak masyarakat untuk bijak menggunakan gadget dan mengenali stresor yang dihadapi. 

“Ciptakan coping adaptif, pengalihan stres yang sehat, sebagai langkah awal pencegahan,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper