Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerimaan Negara di Jatim Tembus Rp19,49 Triliun pada Januari 2025

Pada Januari 2025, penerimaan perpajakan di Jatim tercatat Rp19,05 triliun dan PNBP Rp445,23 miliar.
Uang lembar rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. / Bloomberg-Brent Lewin
Uang lembar rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. / Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, SURABAYA — Realisasi pendapatan negara di Jawa Timur mencapai Rp19,49 triliun pada Januari 2025, setara 6,86% dari target tahun ini sebesar Rp284,26 triliun.

Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur (Jatim) Dudung Rudi Hendratna mengatakan bahwa penerimaan sebesar itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp19,05 triliun atau 6,83% dari target dan PNBP mencapai Rp445,23 miliar atau 8,4% dari target Rp5,3 triliun. 

“Realisasi belanja negara sampai dengan Januari 2025 telah terserap Rp12,16 triliun atau 9,72% dari pagu belanja negara di Jawa Timur. Kinerja belanja negara terdiri atas belanja K/L sebesar Rp1,5 triliun dan Transfer Ke Daerah [TKD] mencapai Rp10,66 triliun,” katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Senin (3/3/2025).

Penerimaan perpajakan, kata dia, disumbang Ditjen Pajak sebesar Rp7,05 triliun, serta Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea Cukai sebesar Rp11,99 triliun.

Menurutnya, PPN dan PPnBM berkontribusi pada penerimaan sebesar 66,32% dan PPh Non Migas sebesar 32,95%. Kinerja penerimaan pajak terkontraksi pada periode Januari 2025 dipengaruhi oleh kebijakan pemusatan pembayaran dan administrasi wajib pajak (WP) cabang sehingga penerimaan pajak di Jawa Timur cukup berkurang.

Penerimaan cukai, kata Dudung, terealiasi sebesar Rp11,4 triliun atau tumbuh 10,3% (year on year/YoY) ditopang pertumbuhan produksi perusahaan golongan II dan pembayaran maju beberapa CK-1 kredit yang nilainya cukup signifikan, sedangkan Bea Masuk sebesar Rp527,62 miliar tumbuh 6,5% (YoY) dipengaruhi oleh pertumbuhan tarif efektif Januari 2025 dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. 

Bea Keluar terealisasi sebesar Rp68,12 miliar tumbuh 537% (YoY), ditopang meningkatnya nilai dan volume ekspor produk turunan CPO. Bea Cukai Jatim selama Januari 2025 juga memungut pajak rokok yang merupakan Pajak Pemerintah Daerah sebesar Rp1,1 triliun, serta dan dana sawit Rp52,84 miliar yang merupakan dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dia menegaskan, realisasi PNBP Lelang sebesar Rp36,13 miliar atau 28,93% dari target Rp124,87 miliar. Realisasi PNBP Pengurusan Piutang Negara Rp2,93 juta atau 1,9% dari target Rp153,4 juta. Realisasi PNBP Aset Rp3,85 miliar atau 2,33% dari target Rp165,14 miliar.

Belanja Pegawai terealisasi Rp1,35 triliun dipengaruhi kenaikan anggaran belanja pegawai dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi birokrasi antara lain melalui digitalisasi dan meningkatkan produktivitas, serta menjaga daya beli.

Belanja Barang terealisasi Rp136,86 miliar, mengalami penghematan dalam rangka mendukung arah kebijakan belanja tahun 2025, efisiensi belanja nonprioritas khususnya belanja barang  dialihkan untuk belanja yang lebih produktif.

“Belanja Modal terealisasi Rp2,11 miliar, penguatan Belanja Modal diutamakan untuk mendukung mobilitas dan produktivitas. Belanja Bantuan Sosial terealisasi Rp12,86 miliar, untuk perluasan penyaluran bantuan peningkatan akses, mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan,” ucapnya.

Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai realisasi penerimaan pada awal 2025 ini ditopang oleh penerimaan cukai tembakau. 

Idealnya secara agregat, kata dia, tiap bulan capaian penerimaan dapat di kisaran 8%—9%,  tetapi Januari 2025 masih terealisasi di 6,86%. 

Menurutnya, fakta ini dapat dimaklumi mengingat belum semua sektor penerimaan masih melakukan penyesuaian, khususnya di sektor pemerintahan karena kebijakan efisiensi anggaran maupun kebijakan penyesuaian administrasi perpajakan  sehingga, penopang utama penerimaan, yaitu cukai tembakau harus dioptimalkan, bila perlu ada insentif khusus. 

“Selain itu, penindakan rokok ilegal harus lebih diperkuat. Dari sisi belanja, harusnya pos-pos belanja yang tidak terdampak efisiensi harus dioptimalkan penyerapannya, bukan ikut-ikutan menunda penyerapan,” ucap Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu. (K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper