Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Terhadap Industri Tembakau di Jatim Menguat

Adanya aturan kemasan polos yang ada dalam PP tersebut berdampak pada semakin merajalelanya peredaran rokok ilegal.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar (tengah) dalam diskusi di Surabaya, Senin (2/12/2024), bersama Kepala Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof. Candra Fajri Ananda (kiri) dan Anggota DPR RI Bambang Haryo (kanan)./Ist
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar (tengah) dalam diskusi di Surabaya, Senin (2/12/2024), bersama Kepala Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof. Candra Fajri Ananda (kiri) dan Anggota DPR RI Bambang Haryo (kanan)./Ist

Bisnis.com, SURABAYA - Tekanan terhadap industri tembakau di Jawa Timur semakin menguat akibat keberadaan Peraturan Pemerintah No.28/2024 sebagai pelaksana UU No.17/2023 tentang Kesehatan.

Peraturan pemerintah itu antara lain mengatur pembatasan kadar nikotin, standardisasi kemasan (plain packaging) dan larangan iklan dan promosi.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar mengatakan PP 28/2024 ini akan menambah daftar panjang regulasi yang tidak berkeadilan, hanya melihat dari satu sisi saja yaitu kesehatan. Aturan ini sangat mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

"Adanya aturan kemasan polos yang ada dalam PP tersebut berdampak pada semakin merajalelanya peredaran rokok ilegal. Peredaran rokok ilegal merugikan industri juga pemerintah karena tidak ada cukai masuk," ujarnya dalam diskusi bertema Masa Depan Industri Hasil Tembakau di Era Prabowo-Gibran di Surabaya, Senin (2/12/2024).

Sulami menegaskan pengusaha legal terbebani 70% - 83% pajak, dan berimbas ke harga yang kian tinggi. Sedangkan rokok ilegal tidak ada beban pajak, dan memiliki harga yang murah.

"Belum lagi aturan tentang pembatasan kandungan tar dan nikotin yang pastinya juga akan semakin memperpuruk ekosistem pertembakauan tanah air. Untuk itu, Gapero Surabaya menolak keras diberlakukannya PP 28/2024,” tegas Sulami.

Kepala Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Prof. Candra Fajri Ananda mengungkapkan dampak negatif PP 28/2024. Pembatasan kadar tar dan nikotin yang cukup rendah misalnya, dapat berdampak buruk terhadap petani tembakau Indonesia, karena tembakau lokal umumnya memiliki kadar nikotin yang tinggi.

"Industri harus mengimpor tembakau dengan kadar nikotin lebih rendah, yang dapat merugikan petani lokal," tuturnya.

Dia menilai sebagian besar program Presiden Prabowo mengharuskan subsidi besar dan semuanya menjadi beban APBN. Sebanyak 80% janji-janji Presiden adalah janji belanja. Oleh karenanya, harusnya sumber APBN diamankan, termasuk industri hasil tembakau melalui cukai.

Tim Revitalisasi Tembakau Jatim Cipto Budiono menegaskan bahwa PP28/2024 ini sangat bisa menyebabkan peningkatan impor tembakau sehingga bertentangan dengan semangat hilirisasi produk dalam negeri.

Tekanan Terhadap Industri Tembakau di Jatim Menguat

Kepala Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Jawa Timur M. Aftabuddin RZ menyebutkan industri hasil tembakau (IHT) menempati urutan kedua terbesar di bawah industri makanan minuman untuk industri pengolahan di Jatim.

Di 2023, sektor IHT melibatkan 153 ribu tenaga kerja di pabrik pengolahan hasil tembakau. Oleh karenanya, sektor ini perlu perlindungan dan per 13 November 2024 Pemprov Jatim bersama DPRD Jatim telah menetapkan peraturan daerah Jawa Timur tentang pengembangan dan perlindungan pertembakauan.

Anggota DPR RI Bambang Haryo menegaskan komitmen mendukung keberlangsungan IHT di Jatim. "Saya di Baleg dan siap melakukan percepatan (RUU Pertembakauan) apalagi katanya sudah 7 tahun diajukan di Baleg. Ini akan kami ulang lagi dan semua akan dituntaskan,” tegasnya.

Ia juga menyatakan penolakannya pada PP 28/2024, karena PP ini sangat merugikan IHT. Padahal industri ini memberikan serapan tenaga kerja sebanyak 5,9 juta orang. “Padahal Pak Prabowo punya target serapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi naik 8%. Sehingga ini perlu dukungan dari industri rokok,” pungkasnya.

Dalam diskusi turut hadir Ketua Kadin Jatim Adik Dwi Putranto, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jawa Timur, Untung Basuki, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jatim K. Mudi, Ketua Forum Masyarakat Industri Rokok Heru Susianto dan Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat pekerja Seluruh Indonesia Jatim, Purnomo.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Miftahul Ulum
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Siaran pers
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper