Bisnis.com, SEMARANG — Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mendatang mendapat penolakan dari kelompok buruh di Jawa Tengah. Sejumlah kekhawatiran muncul, mulai pelemahan daya beli hingga potensi meluasnya fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
"Ini akan semakin memperburuk kondisi pasar dan akan mengancam keberlangsungan bisnis juga. Yang paling signifikan, ini bisa meningkatkan potensi PHK yang di Jawa Tengah ini masih sangat besar," ungkap Aulia Hakim, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah, Senin (25/11/2024).
Dalam analisa cepat yang dilakukan KSPI Provinsi Jawa Tengah, rencana kenaikan PPN tanpa kenaikan upah minimum bakal menjadi kombinasi yang buruk bagi perekonomian kelas pekerja. Aulia menyebut, kenaikan PPN menjadi 12% mesti diimbangi dengan kenaikan upah minimum baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
"Dengan kenaikan PPN ini ya otomatis beban kami semakin besar. Buruh harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai," jelas Aulia.
Lebih lanjut, Aulia menyebut kenaikan PPN tersebut bakal memperbesar kesenjangan ekonomi di Jawa Tengah. Imbasnya, target pertumbuhan ekonomi baik secara nasional maupun regional bakal semakin sulit untuk diraih.
Buruh yang tergabung dalam KSPI Provinsi Jawa Tengah berharap rencana kenaikan PPN tersebut bisa dikaji ulang sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. "Mohon bisa dipertimbangkan dan ditinjau kembali oleh pemerintah. Terutama oleh Menteri Keuangan, Bu Sri Mulyani harus mendengarkan keluh kesah ini. Karena kalau kami lihat, kebijakan ini malah mirip gaya kolonial yang membebani rakyat kecil demi segelintir pihak," ucap Aulia.
Penolakan serupa juga telah disuarakan beberapa pihak. Sebelumnya, Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyebut rencana kenaikan PPN bakal menekan pertumbuhan industri makanan dan minuman. Kekhawatiran itu muncul mengingat dampak kenaikan PPN terhadap seluruh rantai pasok, harga bahan baku, serta biaya produksi yang mesti ditanggung pengusaha.
Sementara itu, Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter Center Of Reform on Economics (Core) Indonesia Akhmad Akbar Susamto, menuturkan bahwa kenaikan PPN berpotensi menurunkan konsumsi serta transaksi masyarakat. "Sebetulnya, justru lebih banyak ruginya daripada untungnya," ujarnya pada Sabtu (23/11/2024) pekan lalu di Jakarta.
Buruh Jateng Keberatan dengan Rencana Kenaikan PPN 12%
Rencana kenaikan PPN tanpa kenaikan upah minimum bakal menjadi kombinasi yang buruk bagi perekonomian kelas pekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Faisal Nur Ikhsan
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
31 menit yang lalu
Keputusan Vanguard untuk Portofolio Saham GOTO
8 jam yang lalu
Investor Asing Perbesar Pangsa di Saham BSI (BRIS)
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
7 jam yang lalu
Keyakinan Konsumen di Malang Meningkat pada November 2024
8 jam yang lalu
Tekanan Terhadap Industri Tembakau di Jatim Menguat
9 jam yang lalu
Kota Malang Alami Inflasi Tahunan 1,22% pada November
10 jam yang lalu