Bisnis.com, MALANG — Rata-rata nilai transaksi saham di wilayah kerja OJK Malang mengalami peningkatan cukup signifikan yaitu sebesar 62,25% (yoy) yakni Rp2,152 triliun pada posisi April 2024.
Kepala Kantor OJK Malang, Biger A. Maghribi, mengatakan dari sisi frekuensi transaksi saham di wilayah kerja KOJK Malang masih menunjukkan penurunan yaitu 47,29% secara yoy menjadi 359.578 pada akhir bulan April 2024.
“Peningkatan rata-rata nilai transaksi saham terjadi di Malang Raya serta Kota dan Kabupaten Probolinggo, dimana peningkatan rata-rata nilai transaksi saham secara yoy di Malang Raya sebesar 74,37% dan peningkatan di Kota serta Kabupaten Probolinggo sebesar 2,45%,” katanya, Rabu (17/7/2024).
Secara umum, dia menegaskan, minat masyarakat terhadap investasi di pasar modal makin tinggi seperti pada instrumen saham, reksadana dan obligasi atau surat berharga negara.
Hal tersebut tercermin dari terus bertambahnya jumlah investor pasar modal yaitu Single Investor Identification (SID) pada April 2024 tercatat sudah mencapai 276.742 SID dengan jumlah investor saham sebanyak 119.270 SID.
Jumlah nasabah reksa dana, kata dia, juga menunjukkan peningkatan secara yoy yakni tumbuh 59,53% menjadi 16.365 nasabah sampai dengan akhir Maret 2024.
Baca Juga
Daerah Tingkat II di wilayah kerja KOJK Malang yang mencatatkan nilai penjualan reksa dana tertinggi adalah Kota Malang dengan total transaksi sebesar Rp149,32 miliar dan kemudian diikuti dengan Kabupaten Malang sebesar Rp34,99 miliar.
Menurutnya, KOJK Malang sendiri berkomitmen untuk terus berupaya menyelenggarakan berbagai kegiatan guna mendorong peningkatan literasi dan inklusi pasar modal.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai peningkatan transaksasi masyarakat di pasar modal menjadi bukti bahwa literasi keuangan masyarakat yang terus meningkat karena investor di pasar modal harus memiliki bekal informasi dan strategi keuangan yang memadai.
“Fakta ini menjadi capain kinerja OJK malang atas kontinyuitas dalam sosialisasi literasi keuangan,” ucap Joko yang juga Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi FEB UB itu.(K24)