Bisnis.com, MALANG — Ibadah kurban bukan ritual penumbalan tapi merupakan aktualisasi syukur nikmat sebagai wasilah mendekatkan diri pada Allah SWT.
Sekretaris Majelis Tabligh Muhammadiyah, Asykuri ibn Chamim, menjelaskan selain menjadi spirit sosial yang tinggi, kurban juga menjadi manifestasi ketakwaan hamba pada Tuhan. Kurban sudah ada sejak generasi pertama manusia, yakni sejak adanya Adam. Utamanya saat menengahi dua putranya, Habil dan Qabil yang berselisih. Saat itu, kurban Habil diterima sedangkan saudaranya tidak.
“Ini mengisyaratkan bahwa Allah menerima amal dari orang-orang yang bertakwa. Begitupun dengan derajat ketakwaan dan keikhlasannya. Ini juga adalah etika penghambaan yang hakiki. Bagaimana sebuah kurban harus ikhlas tanpa tendensi atau kepentingan. Jika hanya untuk kepentingan semata, kurban tersebut akan sama seperti Qabil yang tidak diterima oleh Allah,” ujarnya dalam khutbah Iduladha di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang dihadiri ribuan jamaah dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, dosen, masyarakat sekitar, Senin (17/6/2024).
Baca Juga
Asykuri melanjutkan, pesan taqwa tersebut kembali bergema dalam kisah nabi Ibrahim dan Ismail. Mereka diuji dengan perintah kurban untuk menyembelih Ismail yang beranjak dewasa sebagai bentuk ketakwaan.
Ini juga mengisyaratkan akan keikhlasan dan kesabaran keduanya. Menerima perintah Allah tanpa ragu dan tanpa syarat. “Allah juga memberikan pesan tersirat lewat kejadian itu. Salah satunya sebagai kritik akan tradisi kaum pagan yang suka menumbalkan manusia untuk dewa-dewa dan berhala-berhalanya,” katanya.
Dimensi bersyukur erat dengan praksis sosial. Saat ini, sebagian muslim dilimpahi ekonomi yang layak, namun sebagian lainnya masih berkutat dengan kemiskinan. Maka, berkurban menjadi cara bagi muslim untuk meresonansikan syukur nikmat yang sudah diberikan.(K24)