2 Tahun Beroperasi, Starlink Butuh Evaluasi Pemerintah RI

CBA kritik Starlink karena hentikan pelanggan baru & abaikan janji layanan di daerah 3T. Pemerintah diminta tegas jaga kedaulatan digital Indonesia
Perangkat Starlink. / dok. Starlink
Perangkat Starlink. / dok. Starlink

Bisnis.com, SURABAYA - Penghentian penerimaan pelanggan baru Starlink di Indonesia turut ditanggapi Uchok Sky Khadafi Direktur Eksekutif Center for Budget Analisys (CBA).

Menurutnya alasan Starlink menghentikan penerimaan pelanggan baru bukan sekadar keterbatasan kapasitas yang dimiliki satelit orbit rendah milik Elon Musk tersebut. Uchok menduga ada isu besar lainnya yang membuat Starlink menghentikan penerimaan pelanggan baru Starlink di Indonesia.

Lanjut Uchok, jika Starlink mengklaim pelanggannya di Indonesia meningkat signifikan dan pospeknya menarik, kenapa malah menghentikan penerimaan pelanggan baru di Indonesia.

Jika dibandingkan janji investasi Starlink yang hanya Rp 30 miliar, sangat jauh melebihi kontribusi operator telekomunikasi nasional yang lebih dari Rp 3.000 triliun, menurut Uchok sangat jomplang.

“Saya menduga penghentian layanan Starlink bukan hanya karena masalah kapasitas, tetapi juga terkait dengan pertimbangan bisnis. Selama ini Starlink menjual layanannya sangat murah. Dan mereka juga menjual layanannya di daerah ekonomis. Karena menjual harga yang murah mereka nggak mampu melakukan investasi lagi. Harusnya KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dapat melakukan investigasi mendalam mengenai praktik jual murah layanan Starlink di Indonesia,” ungkap Uchok.

Karena tak menambah kapasitasnya, janji Starlink untuk memberikan layanan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar akan semakin mereka tinggalkan. Padahal janji awal Starlink hadir di Indonesia hanya akan memberikan layanan telekomunikasi berbasis satelit di daerah 3T dan belum tersedia layanan telekomunikasi baik melalui satelit maupun fiber optik.

KPPU telah menyelesaikan kajian atas masuknya Starlink yang menyoroti pentingnya regulasi dan kolaborasi dalam pemanfaatan tenologi. Berdasarkan hasil kajian tersebut, KPPU menyarankan kepada Pemerintah untuk mengutamakan jangkauan layanan penyediaan internet berbasis satelit LEO di daerah 3T.

KPPU juga menyarankan bahwa dalam implementasi jasa penyediaan internet di daerah 3T diterapkan melalui kemitraan antara penyedia jasa internet berbasis satelit LEO dengan pelaku jasa telekomunikasi dengan mempertimbangkan kepentingan nasional. 

“Harusnya Komdigi dan memang sepatutnya melakukan evaluasi ulang terhadap janji atau komitment pembangunan yang mereka sampaikan sebelum masuk ke Indonesia. Selama ini mereka hanya mau membangun di daerah yang menguntungkan saja. Mereka selama ini ngak mau memberikan layanannya di daerah 3T. Padahal janji awal mereka akan memberikan layanan gratis ke puskesmas dan berbagai titik layanan publik lainnya,” kata Uchok.

Menurut Uchok, kehadiran Starlink yang menyasar daerah ekonomis dan engan membangun di daerah 3T jelas menggerus penerimaan operator telekomunikasi nasional.

Jika penerimaan operator telekomunikasi nasional tergerus, bisa dipastikan pendapatan negara baik dari pajak maupun PNBP turun drastis. Harusnya peran Komdigi dalam mengawasi tarif Starlink dapat dilakukan.

“Dalam melakukan pengawasan dan pembuatan regulasi, Komdigi selalu terlambat. Kedepannya harusnya Komdigi dapat lebih advance dalam membuat regulasi dan tegas dalam mengawasi seluruh pelaku usaha telekomunikasi asing di Indonesia,” kata Uchok.

Selain harus mengevaluasi komitment pembangunan Starlink, menurut Uchok, pemerintah juga harus mengantisipasi rekam jejak Starlink yang kerap terlibat dalam isu geo politik baik di Ukraina maupun di Iran.

Menurut Uchok sebagai negara berdaulat, seharusnya Indonesia dapat menjaga kedaulatan baik kedaulatan teretorial maupun digital. Pengawasan dan penindakan terhadap kegiatan usaha Starlink di Indonesia juga lemah.

Lanjut Uchok, bagaimana pemerintah dan masyarakat Indonesia bisa memastikan bahwa privasi data bangsa ini terjamin di saat Starlink sendiri tidak memiliki kantor, layanan konsumen yang jelas di Indonesia.

Menurut Uchok harusnya saat ini Komdigi dapat menunjukan bukti negara hadir untuk melindungi teretorial digital Indonesia dengan mewajibkan seluruh operator telekomunikasi asing agar dapat bekerjasama dengan operator nasional.

“Agar kejadian di Iran dan Ukraina tak terjadi di Indonesia, presiden Prabowo harus dapat tegas terhadap Starlink. Presiden Prabowo harus dapat mengantisipasi isu kedaulatan digital ini. Sebab nantinya akan banyak perusahaan asing seperti Starlink yang akan berusaha di Indonesia. Untuk Starlink seluruh data dan transaksi telekomunikasinya tak dapat dikontrol pemerintah Indonesia. Ini membuktikan Indonesia tak berdaulat. Jangan sampai kehadiran Starlink memberikan efek negative pada kedaulatan Indonesia. Jadi semua perusahaan telekomunikasi asing harus tunduk pada aturan di NKRI,” ujar Uchok.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto