Bisnis.com, SURABAYA — Kinerja ekspor nonmigas di Jawa Timur di sepanjang semester I/2023 ini tercatat mencapai US$9,51 miliar atau mengalami penurunan dibandingkan capaian semester I/2022 yang mencapai US$11,34 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, Zulkipli mengatakan di sepanjang semester I ini memang cenderung mengalami penurunan dari bulan ke bulan. Tercatat ekspor non migas Jatim pada Juni 2023 tercapai US$1,44 miliar atau turun -24,12 persen dibandingkan Juni 2022 yang mencapai US$1,90 miliar.
“Begitu juga jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya atau Mei 2023 pun mengalami penurunan -19,52 persen (mtm),” katanya dalam paparan Berita Resmi Statistik (BRS), Senin (17/7/2023).
Zulkipli memaparkan, ekspor nonmigas Jatim dari sektor pertanian pada Juni 2023 tercatat US$72,42 juta atau turun -5,28 persen (mtm) tetapi naik 12,72% jika dibandingkan periode sama tahun lalu.
Sedangkan ekspor dari sektor industri pengolahan tercapai US$1,36 miliar atau turun -20,17 persen (mtm) atau turun -25,25 pesen (yoy). Serta sektor pertambangan tercapai US$4,49 juta atau turun -13,61 persen (mtm,) atau -53,98 persen (yoy).
“Dari ekspor non migas ini yang menajdi komoditas unggulan selama Juni yakni barang perhiasan dari logam mulia lainnya, disepuh atau dipalut dengan logam mulia maupun tidak, serta fraksi cair dari minyak dimurnikan dalam kemasan dengan berat bersih tidak melebihi dari 25 kg,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun sejumlah golongan barang dari Jatim yang mengalami peningkatan permintaan selama Juni 2023 yakni lemak dan minyak nabati, berbagai produk kimia, garam, belerang, batu dan semen, kertas dan karton, kendaraan dan bagiannya.
Sementara golongan barang yang mengalami penurunan permintaan yakni tembaga, besi dan baja, ikan, krutasea dan moluska, bahan kimia organik, perhiasan permata.
“Untuk negara tujuan ekspor Jatim selama semester I ini masih dikontribusi oleh Amerika Serikat (AS), China, Jepang, India, sejumlah negara Asean, dan Uni Eropa,” imbuhnya.
Zulkipli menambahkan, selama Juni juga, negara tujuan yang mengalami peningkatan permintaan pasar yakni Belanda, Spanyol, Hong Kong, Korea Selatan, Uni Emirat Arab.
“Untuk negara tujuan yang permintaannya turun pada Juni itu ada China, India, Vietnam, dan Singapura,” imbuhnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia - Jatim, Doddy Zulverdi mengatakan kondisi perekonomian global yang melambat memang telah mempengaruhi kinerja ekspor Jatim. Untuk itu, perlu dilakukan strategi diversifikasi komoditas maupun negara tujuan ekspor yang masih memiliki potensi pasar, alias negara yang sedang tidak mengalami kontraksi.
“Memang ketika permintaan global melemah, itu tidak bisa kita kendalikan, karena kita tidak punya instrumen untuk itu, tetapi kita menerima kondisi global sebagai faktor yang harus direspons dengan pendekatan lain seperti mencari potensi komoditas ekspor lainnya, dan negara lainnya yang memang pertumbuhannya masih baik,” jelasnya.
Menurutnya, Jatim juga perlu mencari sumber pertumbuhan baru dari sisi pasar domestik khususnya konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang akan tercermin dari realisasi kinerja APBN dan APBD, serta sumber lain dari investasi agar Jatim bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi antara 4,6 persen sampai 5,4 persen
“Konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi ini adalah tiga komponen besar yang akan mengimbangi komponen eksternal atau ekspor yang melemah,” katanya.