Bisnis.com, SURABAYA - Kementerian Pertanian melalui Inspektorat Jenderal (Itjen Kementan) melibatkan aparat penegak hukum (APH) dan para akademisi untuk memperketat pengawasan dan pengendalian alih fungsi lahan di Jawa Timur yang dapat berdampak buruk pada sektor ketahanan pangan.
Inspektur Jenderal Kementan, Jan Samuel Maringka mengatakan praktik alih fungsi memiliki dampak yang sangat buruk terhadap keberlangsungan pertanian di masa depan. Untuk itu, dibutuhkan komitmen lintas kementerian/lembaga yakni Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan APH untuk mencegah dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian.
“Dampak dari alih fungsi lahan ini sangat merugikan, seperti hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan sejumlah masalah lingkungan yang pada akhirnya sangat merugikan petani dan masyarakat secara umum,” katanya saat Rakor Pengawasan Bidang Ketahanan Pangan, Kamis (11/5/2023).
Jan Samuel menjelaskan alih fungsi lahan pertanian pangan yang terjadi ini dapat mengancam kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan sesuai yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kedepannya, lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan ini dapat terus dilindungi dan dilarang untuk dialihfungsikan.
“Nah di Jawa Timur sebagai salah satu lumbung pangan nasional menjadi perhatian dalam pengawasan ini, apalagi Jatim juga menjadi success story bagaimana mengelola pertanian di Indonesia sehingga harus bisa bertahan menghadapi krisis pangan yang dihadapi oleh berbagai negara-negara di dunia,” imbuhnya.
Kementan mencatat, dari total luas lahan sawah 7,46 juta ha saat ini, terdapat 659.200 ha yang mengalami alih fungsi lahan sawah, dengan rincian 179.539 ha kondisi terbangun dan 479.661 ha kondisi perkebunan.
Baca Juga
Adapun dalam Rakorwas ini terdapat beberapa poin yang dibahas di antaranya upaya mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda RTRW kabupaten/kota serta mendorong kabupaten/kota untuk melengkapi data spasial atas LP2B yang telah ditetapkan.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak menambahkan, alih fungsi lahan pertanian memang tidak bisa dihindari dari daerah yang tengah membangun infrastruktur. Namun, di Jatim memiliki Perda Lahan Pangan Pertanian Berkelanjutan (LP2B) dan Perda Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
“Mengenai penegakan hukum pelanggaran aturan perda mengenai LP2B maupun LSD, aparat hukum seperti Polisi dan Satpol PP perlu bersinergi bersama,” ujarnya.
Kinerja pertanian di Jatim sendiri pada 2022 mencatatkan hasil panen padi yang masih cukup besar yakni sebanyak 9,69 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), tetapi mengalami penurunan sebesar 1,05 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai 9,79 juta ton GKG. Pada 2023 ini, Pemprov Jatim menargetkan produksi padi meningkat drastis menjadi 10,5 juta ton GKG.