Bisnis.com, SURABAYA - PT Bank HSBC Indonesia menyalurkan kredit green trade financing (perdagangan hijau) untuk industri tisu PT Sun Paper Source (SPS) yang tengah fokus mengembangkan industri hijau berkelanjutan.
Presiden Direktur Bank HSBC Indonesia, Francois de Maricourt mengatakan HSBC sangat antusias dalam memberikan fasilitas kredit perdagangan hijau ini karena SPS telah ikut Andil dalam agenda pertumbuhan ekonomi yang sangat memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
“Ini juga menjadi komitmen kami untuk memainkan peran utama dalam transisi menuju ekonomi global nol emisi. Dampak terbesar yang dapat kami upayakan adalah melalui kerja sama dengan para nasabah guna mendukung transisi mereka menuju ekonomi dengan emisi karbon yang lebih rendah,” jelasnya seusai penandatanganan kerja sama HSBC dan SPS di Surabaya, Selasa (14/3/2023).
Dia menjelaskan, kredit perdagangan hijau merupakan fasilitas perbankan untuk mendukung perusahaan dalam transaksi perdagangan yang melibatkan produk ramah lingkungan.
“Jenis pembiayaan ini dirancang untuk mendorong bisnis yang terlibat dalam praktik ramah lingkungan serta mendukung pengembangan dan adopsi teknologi dan produk hijau di dalam sebuah rantai nilai,” katanya.
Managing Director and Head of Wholesale Banking HSBC Indonesia, Riko Tasmaya mengatakan, dalam penandatangan kerja sama ini, penambahan kredit perdagangan hijau yang disalurkan untuk SPS ini adalah US$7,5 juta sehingga secara total produk green trade financing HSBC untuk SPS telah mencapai US$14,9 juta.
Baca Juga
“Kami telah melihat tren tumbuhnya konsumen yang menuntut perusahaan untuk mengadopsi praktik berkelanjutan dalam operasinya. Oleh karena itu, pembiayaan perdagangan hijau merupakan solusi pembiayaan penting, bahkan dapat memungkinkan perusahaan memasuki pasar ekspor yang sekarang ini mengedepankan standar keberlanjutan,” imbuhnya.
Riko menambahkan, program green trade financing ini telah dimulai HSBC sejak 2018 dan secara perlahan mengalami peningkatan permintaan. Hingga saat ini pembiayaan perdagangan hijau HSCB Indonesia telah berkontribusi sekitar 10 persen dari total penyaluran kredit.
“Sektor-sektor bisnis yang telah kami fasilitasi green trade financing ini cukup beragam dan dari berbagai sektor, tidak hanya sektor industri/manufaktur dan energi, tetapi juga sektor lain seperti ekspor-impor,” imbuhnya.
Presiden Direktur SPS, Ventje Hermanto mengatakan pembiayaan/kredit perdagangan hijau dari HSBC tersebut nantinya akan digunakan untuk modal kerja SPS dalam mengembangkan industri tisu yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Selama ini produk tisu SPS sekitar 80 persen lebih itu berorientasi pada pasar ekspor ke lebih dari 80 negara. Untuk itu kami sangat fokus pada konsumen tertentu (ekspor) yang peduli dengan lingkungan,” ujarnya.
Saat ini SPS sendiri telah memiliki sertifikat Forest Stewardship Council (FSC) yang menandakan produk kayu dan kertas yang digunakan SPS berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab.
SPS juga memiliki sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari pemerintah Indonesia, yang menandakan bahwa produk bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kertas tisu merupakan kayu yang ditebang secara legal.
“Melalui kredit perdagangan hijau ini kami mendapatkan manfaat yang besar mengingat permintaan pasar ekspor banyak yang fokus pada aspek lingkungan, misalnya seperti pasar di Eropa dan Australia,” imbuh Ventje.